
Surabaya, (pawartajatim.com) – Sengketa kepemilikan lahan di Kelurahan Babat Jerawat, Surabaya, antara PT Galaxy Alam Semesta sebagai penggugat dan Darmawan serta Panji Sanjaya sebagai tergugat, kembali berlanjut ke meja hijau. Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri/PN Surabaya Kamis (2/10/2025) menghadirkan dua saksi dari pihak tergugat. Yakni, Iwan Effendy dan Chamim.
Dalam keterangannya di persidangan, Chamim, menyatakan, dirinya telah menggarap lahan tersebut sejak 2007. Selama hampir dua dekade, menurut dia, tidak pernah ada pihak yang menggugat atau melarang aktivitasnya di lahan tersebut.
“Tidak pernah ada yang komplain sejak saya menggarap. Bahkan, saya tahu proses jual beli itu sah,” kata Chamim, merujuk pada transaksi antara pemilik sebelumnya yaitu Ikrom, dengan Darmawan.
Saksi lainnya, Iwan Effendy, yang dikenal sebagai pencari lahan, mengungkap bahwa klaim kepemilikan lahan oleh PT Galaxy Alam Semesta tidak didukung oleh dokumen resmi. Menurut Iwan, perusahaan tersebut hanya mengandalkan kwitansi pembelian dari tahun 1990, yang tidak dapat dijadikan dasar hukum kepemilikan tanah.
Kalau penggugat mengklaim, seharusnya mampu menunjukkan surat-surat resmi. Selama ini hanya bilang ‘ada’, tapi tidak pernah bisa menunjukkan dokumennya. ‘’Yang ditunjukkan hanya kuitansi, padahal kuitansi tidak bisa dijadikan dasar kepemilikan tanah,” jelas Iwan. Kasus sengketa ini bermula saat Panji Sanjaya, hendak mengurus sertifikat atas tanah yang dibelinya dari Darmawan pada tahun 2017.
Namun, proses tersebut terhambat karena muncul klaim dari PT Galaxy Alam Semesta yang mengaku telah membeli lahan itu sejak 1990 dari pemilik pertama bernama Munikah. Merespons klaim tersebut, Panji melalui pihak kelurahan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) mencoba memfasilitasi pertemuan dengan PT. Galaxy Alam Semesta.
Sayangnya, pihak perusahaan tidak pernah hadir dalam upaya mediasi tersebut. Persoalan semakin memanas ketika setelah peta bidang diterbitkan, PT Galaxy Alam Semesta justru melayangkan gugatan ke pengadilan.
Kuasa hukum tergugat, Eggi Sudjana, menyoroti banyaknya kejanggalan dalam klaim penggugat. Ia menyebut, selain tidak adanya dokumen legal seperti akta jual beli atau sertifikat tanah, dari dua orang yang tercantum dalam surat pernyataan penggugat yaitu Ricky Sumeler dan Arifin justru mengaku tidak pernah menandatangani dokumen tersebut.
Bahkan, menurut keterangan saksi Iwan Effendy, Ricky Sumeler tidak pernah bekerja di PT. Galaxy Alam Semesta. “Penggugat tidak bisa menunjukkan akta jual beli atau sertifikat. Hanya petensi (kuitansi). Bahkan saksi yang namanya tercantum mengaku tidak pernah menandatangani,” tegas Eggi.
Fakta lainnya, kata Eggi, adalah bahwa pihak penggugat tidak pernah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sementara tergugat secara rutin melunasi kewajiban pajaknya hingga saat ini, selain itu penggugat tidak pernah melakukan pengukuran secara resmi terhadap objek di BPN.
Dalam perkara perdata, tambah Eggi, yang dinilai adalah bukti formil, berbeda dengan pidana yang menitikberatkan pada aspek materil. “Kesimpulan kami jelas: transaksi jual beli yang diklaim penggugat tidak pernah terjadi secara sah. Hakim tidak boleh memutus di luar fakta dan bukti, karena itu merupakan pelanggaran hukum,” pungkasnya. (bw)