Jakarta, (pawartajatim.com) – Resi Gudang/RG yang berjalan 15 tahun lebih di Indonesia saat ini banyak dilihat dari aspek kesejahtaraan untuk petani dan pemilik komoditas. Namun, instrumen ini juga bisa menjadi bagian mendukung ketahanan pangan nasional. Terutama dari sisi rantai pasok (Supplay Chain).

Pengamat Ekonomi dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Sebelas Maret Surakarta, Izza Mafruhah, mengatakan, bicara RG dalam konteks ketahanan pangan, dapat membantu aspek produksi.

Berupa pembiayaan dan aspek penjagaan harga untuk menekan laju inflasi. Hal ini karena hasil pertanian adalah salah satu produk yang tergantung pada kondisi alam dan musim tanaman pangan  membutuhkan sekitar 3 sampai 4 bulan sekali panen.

‘’Pada saat panen raya jumlah produk melimpah sehingga harga turun sebaliknya pada masa tanam dan produksi, hal ini menyebabkan harga fluktuatif,’’ kata Izza Mafruhah, Kamis (16/12).

Salah satu alternatif dalam mengatasi ini adalah dengan menyiapkan saluran distribusi yang menjaga ketersediaan barang sekaligus meredam fluktuasi harga agar tidak merugikan baik petani maupun konsumen, dan itu bisa dengan melalui sistem resi Gudang/SRG.

Perlu upaya bersama dari para pemangku kepentingan, baik pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan juga media perlu melakukan kolaborasi untuk mengoptimalkan SRG ini dalam mendukung ketahanan pangan.

Pertama, melakukan sosialisasi tentang SRG, tujuan, aktivitas serta upaya yang dilakukannya dalam hal bantuan pembiayaan yang bisa diberikan kepada pelaku usaha. Langkah ini perlu dilakukan oleh pemerintah termasuk dengan menggandeng akademisi dan media.

Kedua, meningkatkan kemudahan dan keterjangkauan akses pembiayaan kepada pihak petani dan pelaku usaha pertanian agar tidak terjebak pada pembiayaan illegal. Ketiga, bekerjasama dengan pelaku usaha dibidang pemasaran agar mampu menyalurkan barang kebutuhan pangan dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangka.

Keempat, melakukan pendekatan kepada pihak pemerintah khususnya dalam penjaminan pinjaman (government guarantee) terhadap petani dan UMKM terkait. Terkait SRG untuk ketahanan pangan, Direktur PT Kliring Berjangka Indonesia/KBI, Agung Rihayanto, yang berperan sebagai Pusat Registrasi Resi Gudang mengatakan, dalam kaitan dengan ketahanan pangan ini, SRG dapat dimanfaatkan dari sisi supplay chain atau rantai pasoknya.

Hal ini karena pada intinya bicara ketahanan pangan adalah tentang ketersediaan dan keterjaungkauan masyarakat terhadap kebutuhan pangan. Untuk itu, dengan SRG ketersediaan akan terjaga. Sehingga masyatakat mendapatkan kemudahan dalam hal mendapatkan kebutuhan pangan.

Pemanfaatan RG di Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Data dari PT KBI menunjukkan, tahun 2021 sampai November, jumlah RG yang diregistrasi mencapai 582 RG yang terdiri dari 11 Komoditas, dengan total volume sebesar 12,3 Juta kg dan nilai barang sebesar Rp 484,1 miliar.

Adapun dari sisi pembiayaan, sepanjang 2021 sampai November mencapai Rp 261 miliar. Sedangkan sepanjang 2020, jumlah RG yang diregistrasi mencapai 427 RG yang terdiri dari 7 komoditas, dalam  volume  9,6 juta kg dengan nilai barang sebesar Rp 200,7  miliar.

Sedangkan pembiayaannya mencapai Rp 93,8 miliar. Terkait pemanfaatan RG, sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2021 yang merupakan Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33 Tahun 2020 tentang Barang dan Persyaratan Barang yang dapat Disimpan dalam Sistem Resi Gudang, komoditas yang dapat masuk ke SRG meliputi beras, gabah, jagung, kopi, kakao, karet, garam, lada, pala, ikan, wawang merah, rotan, kopra, teh, rumput laut, gambir, timah, gula putih kristal, kedelai serta ayam karkas beku.

Ia menambahkan, sebagai pusat registrasi, kedepan kami akan terus berupaya untuk meningkatkan peran penting resi gudang ini dalam konteks ketahanan pangan. Berbagai upaya baik itu sosialisasi, edukasi, serta kerjasama dengan berbagai pihak sebagai offtaker (stand by buyer).

Selain itu, dalam hal pembiayaan, kami juga terus berupaya untuk mengajak lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank untuk turut serta dalam pembiayaan RG. Kami optimis, kedepan RG ini akan mampu menjadi salah satu pilar dalam penciptaan ketahanan pangan nasional. (bw)