Kepala Otoritas Jasa Keuangan/OJK Jatim, Yunita Linda Sari. (foto/bw)

Surabaya, (pawartajatim.com) – Hingga akhir September 2025, terdapat 1.275 laporan keuangan ilegal di Jawa Timur/Jatim. Sebanyak 1.036 diantaranya terkait pinjol, dan 239 lainnya adalah investasi ilegal.

‘’Dari jumlah itu, ada 57 persen pelapor berasal dari kalangan perempuan, terutama ibu rumah tangga dan karyawan swasta,’’ kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan/OJK Jatim, Yunita Linda Sari, ketika membuka acara literasi keuangan bertema “Bersatu Memberantas Scam, Membangun Masyarakat Melek Finansial” yang digelar di kantor OJK Jatim, Kamis (9/10/2025).

Dari prosentase itu, kata Yunita, menunjukkan perempuan paling aktif dalam aktivitas keuangan digital. Tetapi juga paling rentan menjadi korban. Karena itu, keterlibatan Kader Surabaya Hebat/KSH yang jumlahnya sekitar 11.000 yang tersebar dari RT, RW, kelurahan, kecamatan dan perkotaan ini  anggotanya 95 persen Perempuan menjadi penting untuk menyebarkan edukasi keuangan di tingkat akar rumput.

‘’Kalau di Surabaya saja anggota KSH ada 11.000, berarti juga ada 11.000 agen literasi keuangan OJK. Karena OJK dan Pemkot Surabaya melalui KSH nya melakukan pemberantasan pinjaman online ilegal dan investasi illegal,’’ kata Yunita Linda Sari.

Surabaya, kata Yunita, menjadi kota dengan laporan kasus pinjol ilegal terbanyak di Jatim. Menyusul Sidoarjo, Malang, Gresik dan Kediri. Jenis investasi ilegal yang paling banyak dilaporkan adalah trading forex dan crypto tanpa izin.

‘’Keduanya bidang yang sering menjanjikan keuntungan cepat namun berisiko tinggi,’’ ujarnya. Sedangkan secara nasional, berdasarkan data Satgas PASTI OJK hingga akhir September 2025, terdapat 1.840 entitas keuangan ilegal yang telah dihentikan di Indonesia.

Dari jumlah itu, 1.556 diantaranya merupakan pinjol ilegal dan 284 sisanya investasi bodong. “Kerugiannya sejak 2017 hingga Agustus 2025 mencapai Rp 142,13 triliun. Yang Kembali tidak lebih dari enam persen saja,’’ papar Yunita.

Karena itulah, melalui kolaborasi antara OJK Jatim dengan Pemkot Surabaya, Menurut Yunita, OJK ingin membangun kesadaran baru. Sebab, literasi keuangan bukan soal kemampuan menghitung, melainkan kemampuan bertahan di tengah gempuran penipuan digital. (bw)