Surabaya, (pawartajatim.com) – Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya meluncurkan film dokumenter berjudul Yang (Tak Pernah) Hilang. Film ini menceritakan tentang perjuangan, pengorbanan hingga penculikan dua aktivis mahasiswa asal Universitas Airlangga Surabaya, yakni Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah.

Produser film yang juga Koordinator IKOHI Jatim, Dandik Katjasungkana, menceritakan film ini sudah digagas sejak 2019 lalu. Namun, karena terdampak pandemi Covid-19 serta kurangnya dana, proses awal pembuatan film terhenti.

“Produksi film ini membutuhkan biaya besar, terutama untuk biaya perjalanan dan wawancara para narasumber di lima kota, yakni Surabaya, Malang, Jakarta, Yogyakarta dan yang paling jauh di Pangkal Pinang, Pulau Bangka, tempat lahir Herman,” kata Dandik, di Surabaya, Rabu (6/3/2024).

Ia menjelaskan, persoalan semakin bertambah dan membuat seluruh crew film mengalami kesedihan mendalam ketika sang penggagas film, Hari Nugroho meninggal dunia pada 2020. Di tengah berbagai kesulitan dan kebuntuan yang dihadapi, pada 2022, Dandik bertemu dengan Muni Moon dan Anton Subandrio yang berprofesi sebagai videomaker.

Dari pertemuan itulah, produksi film ini mulai dijalankan kembali. “Dalam hal pembiayaan, sejak awal, kami mengupayakan kemandirian. Kami patungan, memproduksi kaos #KawanHermanBimo sebagai fundraising dan menerima sumbangan dari berbagai pihak yang peduli pada advokasi kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi 1998,” jelasnya.

Menurut Dandik, film ini tidak hanya berkisah tentang kasus penculikan Herman dan Bima. Namun, juga merekonstruksi kisah hidup mereka sejak kecil di mata keluarga, orang tua, kerabat, kawan sekolah dan masa kuliah, kawan sesama aktivis, dosen, hingga aktivis partai politik.

“Melalui film ini diharapkan menjadi pemantik khalayak, khususnya generasi muda agar mempunyai referensi historis tentang otoritarianisme Orde Baru. Selain itu, sebagai upaya advokasi agar pemerintah segera menyelesaikan seadil-adilnya kasus penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi pada 1998 tersebut,” ungkapnya.

Videomaker film dokumenter, Anton Subandrio, mengatakan secara keseluruhan, pihaknya melakukan wawancara kepada 35 narasumber. Hal itu dilakukan sebagai upaya mendapatkan informasi yang lebih lengkap agar film ini bisa memotret biografi Herman dan Bima.

“Mulai masa anak-anak, remaja sampai dewasa. Kami mau bercerita bagaimana karakter mereka terbentuk hingga mempunyai gagasan yang begitu kuat, teguh keyakinannya dan berjuang sampai menjadi martir demokrasi,” terangnya.

Sementara itu, dalam sambutannya, Rektor Untag Surabaya, Prof Mulyanto Nugroho, menyampaikan bahwa Untag Surabaya sebagai Kampus Merah Putih sudah selayaknya melahirkan generasi penerus bangsa yang patriotik dan peduli terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

“Kami berharap agar mahasiswa Untag Surabaya terus menjadi pelopor agent of change dalam konteks penegakan HAM dan kemanusiaan,” tegas Prof Nugroho. Dalam kesempatan yang sama, Dosen Ilmu Komunikasi Untag Surabaya, Dia Puspitasari, mengatakan hilangnya Herman dan Bima adalah sebuah tragedi kemanusiaan.

Film ini dinilai sebagai referensi  penting dan harus dilihat dalam konteks bagaimana seharusnya peradaban dibangun dengan sebuah tanggung jawab, kejujuran dan keterbukaan.

“Anak-anak Generasi Milenial dan Generasi Z bisa belajar tentang sejarah kemanusiaan dengan menonton film ini. Supaya mereka bisa menjadi bagian dari gerakan melawan impunitas dan mencegah terulangnya kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi di negeri ini,” katanya.

Film dokumenter ini merupakan hasil kolaborasi GMNI Untag Surabaya, Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), GMNI Unitomo Surabaya, ADREENA Media dan Gerakan Mahasiswa Surabaya (GMS). Acara peluncuran yang dilakukan di Kampus Untag Surabaya ini dihadiri 250 orang dari berbagai entitas.

Antara lain, Sekretaris Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya, Dr IGN Anom Maruta, Rektor Untag Surabaya, Prof Dr Mulyanto Nugroho, sivitas akademika Untag Surabaya, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Surabaya, kelompok NGO, serta masyarakat umum lainnya. (red)