Banyuwangi,(pawartajatim.com)- Polemik lahan di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Banyuwangi sebenarnya tak sulit mengatasinya. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banyuwangi mengusulkan adanya mediasi para pihak terkait tanah tersebut. Cara ini dianggap jitu agar persoalan lahan tersebut segera menemukan titik temu. Solusi itu terungkap dalam diskusi “Menuju Pakel Damai dan Sejahtera” yang diinisiasi Polresta Banyuwangi, Senin (10/6/2024).
Saat ini, lahan di Desa Pakel yang berpolemik masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan swasta PT Bumisari Maju Sukses. HGU itu terbit berdasarkan permohonan yang diterima BPN. “Jadi, kalau ada sengketa pertanahan, bisa menempuh mediasi. Kami mengusulkan duduk bersama antar pihak yang bersengketa. Lalu, mencari kesepakatan,” kata staf Seksi Perkara dan Sengketa BPN Banyuwangi, Eko Prianggono.
Jika tak menemukan kesepakatan, masih ada jalan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Bahkan, sertifikat HGU yang diterbitkan BPN bisa digugat ke PTUN. “ Kalau di pengadilan memang ada putusan membatalkan sertifikat, kami tentunya akan tunduk pada putusan pengadilan,” jelasnya.
Pihaknya berharap, pihak yang berpolemik lahan Pakel bisa duduk bersama. Misalnya, dari ahli waris akta 1929 sebagai rujukan dan pihak perkebunan yang mengantongi sertifikat HGU. Bisa juga diikuti kelompok yang mengklaim lahan Pakel. Namun, tetap dengan bukti yang akurat. “Intinya ahli waris bertemu dengan para pihak yang berpolemik. Jadi jelas titik temunya, tanpa memicu masalah baru,” tegasnya.
Lamanya polemik lahan ini membuat kondisi Pakel kurang nyaman bagi warga. Padahal, ahli waris lahan Pakel berharap adanya kerukunan. “Kami berharap pemerintah turun tangan. Lakukan mediasi. Jadi, ada kejelasan terkait status tanah. Harus sama-sama legowo apapun keputusannya,” kata Rudhi Priyantono, cicit dari Senen yang membuka lahan Pakel tahun 1929.
Pria ini juga sepakat dilakukan mediasi. Jika memang lahan itu milik negara, para pihak diminta sama-sama menerima. “ Memang kami memiliki akta 1929 di zaman Belanda. Tapi, akta itu belum pernah didaftarkan kepemilikan ke BPN,” tegasnya.
Celakanya, akta 1929 itu juga tak ditangannya. Dahulu, leluhurnya sempat menitipkan ke perangkat desa. Namun, hingga kini belum dikembalikan. Bahkan, dikatakan hilang. Sesuai akta 1929, lahan pakel dibuka tiga orang atas izin Bupati Banyuwangi Noto Hadisuryo. Ketiganya masing-masing Dulgani, Karso dan Senen. Luas lahan yang dibuka mencapai 3.000 hektar. Dari ketiganya, hanya Dulgani dan Senen yang memiliki keturunan. (udi)