Terancam Punah, Ini Cara Pemkab Banyuwangi Lindungi Perajin Tenun Tradisional

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengunjungi perajin tenun tradisional di Desa Jambesari, Kecamatan Giri, Senin (9/9/2024). (Foto/Humas Pemkab Banyuwangi)
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengunjungi perajin tenun tradisional di Desa Jambesari, Kecamatan Giri, Senin (9/9/2024). (Foto/Humas Pemkab Banyuwangi)

Banyuwangi,(pawartajatim.com)- Selain batik, Banyuwangi memiliki warisan budaya tenun. Di tengah gempuran teknologi, kerajinan tenun Banyuwangi tetap eksis. Pemkab Banyuwangi pun hadir memberikan pendampingan. Sehingga, kerajinan ini tak punah. Apalagi, di tengah geliat pariwisata.

Tak hanya tenun lama, Pemkab Banyuwangi memberikan pendampingan munculnya penenun baru. Para perajin diarahkan belajar ke penenun senior. Harapannya, muncul para perajin tenun yang menambah khasanah seni di Bumi Blambangan. “ Harus ada generasi penerus kerajinan tenun. Ini kekayaan seni Banyuwangi yang harus dilestarikan,” kata Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani disela program Bunga Desa di Desa Jambesari, Kecamatan Giri, Senin (9/9/2024).

Selain mendorong munculnya perajin tenun, Ipuk meminta para desainer Banyuwangi berkolaborasi dengan perajin tenun. Sehingga, terjadi kerjasama yang baik untuk menumbuhkan perekonomian perajin. Perajin juga tak kesulitan mencari pasar. “Kami minta ada kolaborasi antara dinas terkait dengan para desainer memanfaatkan tenun lokal. Ini bagian dari warisan wastra di Banyuwangi,” tutupnya.

Di Banyuwangi, kerajinan tenun dikembangkan Siami (74), warga Desa Jambesari, Kecamatan Giri. Dia bertahan dengan cara pembuatan tradisional. Kerajinan tenun ini warisan turun temurun. Siami belajar dari ibunya. Wanita lanjut usia ini menekuni tenun sejak tahun 1960-an. “ Saat ini hanya saya yang melanjutkan kerajinan tenun,” kata Siami.

Kain tenun karya Siami lebih banyak digunakan warga lokal. Sehingga, hanya mengandalkan pesanan. Kain tenun buatannya bermotif kuno. Kain tenun biasanya digunakan suku Osing Banyuwangi ketika kegiatan adat. Kain tenunnya tak terlalu besar. Biasanya hanya untuk gendongan. “Ini untuk gendongan. Biasa juga dipakai seserahan di acara pernikahan,” jelasnya.

Ada lima motif kain tenun gendongan buatan Siami. Yaitu, Keluwung, Solok, Boto, Lumut, dan Gedokan. Tiap lembarnya dibandrol Rp 4 juta. Pembeli juga bisa membawa benang sendiri. Harganya akan lebih murah, hanya Rp2 juta per lembar.

Membuat kain tenun diperlukan kesabaran. Apalagi, masih bertahan dengan cara tradisional. Alat tenun yang dipakai Siami merupakan peninggalan sang ibu. Dia mulai bertenun mulai pukul 08.00 WIB. Satu lembar kain tenun berukuran 300 x 60 cm biasanya butuh waktu hingga sebulan. Lamanya waktu ini dipicu proses pengerjaan yang seluruhnya manual. (udi)