Gresik, (pawartajatim.com) – Perusahaan galangan kapal ini diduga tidak memenuhi kewajiban membayar pajak dan retribusi bertahun-tahun. Perusahaan yang memproduksi armada baru dan juga melayani jasa perbaikan/doking kapal ini berlokasi di pesisir Utara Gresik Jawa Timur/Jatim.
Keberadaan PT Orela Shipyard di Desa Ngimboh Kecamatan Ujung Pangkah itu, terus mendapatkan sorotan karena belum memenuhi sejumlah perizinan. Belum lama ini, Badan Perizinan dan Penanaman Modal/BPPM mempertanyakan karena tidak kantongi izin reklamasi, Izin Mendirikan Bangunan/IMB dan HO (izin gangguan).
Dishub (Dinas Perhubungan) Gresik juga menyorot karena tidak mengantongi izin sewa pengairan. Perusahaan yang membuka usaha jasa perbaikan kapal besi ukuran besar, sedang dan kecil terletak di Desa Ngimboh, Kecamatan Ujung Pangkah ini memulai sekitar 2005.
Langkah awal membebaskan lahan milik penduduk seluas 1,3 Hektar. Seiring perkembangan usaha yang terus berkembang, perusahaan ini memperluas lahan dengan menguruk (reklamasi) pantai seluas 5,4 Hektar.
Dan sebagian besar material yang di buat urugan ini adalah hasil dari mengeruk alur kapal, serta mendalamkan bibir pantai tempat sandar kapal. Menurut salah satu sumber, tanah seluas 1,3 hektar sudah ada surat kepemilikannya, dan termasuk IMB atas bangunan yang berada di atas tanah 1,3 Hektar tersebut.
Namun, untuk tanah reklamasi seluas 5,4 Hektar hingga saat ini belum mempunyai hak pengelolaan lapangan (HPL) dan juga izin bangunan yang berdiri diatas tanah hasil reklamasi tersebut.
Ditengarai Orela tidak membayar retribusi, karena perusahaan tersebut tidak kantongi perizinan. “Karena tidak kantongi izin itulah, Orela tidak pernah membayar retribusi,” jelasnya.
Belum lama ini, Komisi B DPRD Gresik melakukan sidak di PT Orela dan sempat mempertanyakan izin perusahaan tersebut, baik izin reklamasi, IMB, HO maupun izin sewa pengairan.
Namun, managemen Orela tidak bisa menunjukkannya, karena izin-izin yang dimaksud belum keluar dari BPPM. “Sebetulnya, Orela sudah pernah mengurus izin ke BPPM, tapi izin tidak pernah dikeluarkan,” kata Faqih, Sekretaris Komisi B tersebut.
Sehingga bisa di hitung kerugian negara yang seharusnya di dapat dari usaha ini, terlepas tempat usaha yang jauh di pelosok desa, atau bahkan milik salah satu orang kuat, tentu ini sangat bertentangan dengan jargon pemerintah yang mengharapkan seluruh warganya patuh dalam segala hal, termasuk membayar retribusi dan membayar pajak.
KSOP Gresik yang dikonfirmasi melalui Kasi Humasnya Devry meminta waktu karena masih harus melapor dulu pada pimpinan. “Saat ini pimpinan lagi tidak ada di tempat, nanti segera kami hubungi kembali setelah ada jawaban dari pimpinan,” ujar Devry.
Sementara itu, salah satu manager PT Orella Shipyard, Subagi yang dikonfirmasi melalui seluler mengakui ada beberapa berkas baik perijinan maupun alas hak atas tanah yang masih akan diurus dan sedang diurus.
“Tanah kami yang seluas 1,3 hektar dokumennya lengkap, karena membeli dari warga masyarakat, sementara yang hasil reklamasi masih diurus dan akan diurus oleh pegawai atau utusan kami, dan HPL atas reklamasi memang kami belum punya,” terang Subagi, Rabu (2/8) lalu. (dra)