Jakarta, (pawartajatim.com) – Perusahaan penghasil semen ini turut peduli terhadap lingkungan, khususnya pelestarian ikan. Semen Padang yang merupakan anak usaha PT Semen Indonesia  Tbk (SIG) melepas 7.000 ikan Bilih hasil pembudidayaan di area konservasi Kehati PT Semen Padang ke habitat aslinya.

Yaitu, ke Danau Singkarak, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Pelepasan ikan Bilih dilakukan sebanyak dua kali. Pertama 4.000 ekor telah dilepaskan pada Maret lalu dan 3.000 ekor ikan Bilih dilepaskan Sabtu (30/7).

Ikan Bilih merupakan ikan endemik khas Danau Singkarak yang terancam punah. Populasinya saat ini sangat terbatas akibat eksplorasi besar-besaran menggunakan metode yang sangat merugikan masyarakat.

PT Semen Padang menjadi yang pertama berhasil mengembangbiakkan diluar habitat asli ikan Bilih dengan menggunakan beberapa teknologi. Yakni, cara alami, semi alami dan buatan. Pengembangbiakan dilakukan di laboratorium penelitian di area D1 PT Semen Padang.

Direktur Utama/Dirut SIG, Donny Arsal, mengatakan, Ikan Bilih ini merupakan hasil konservasi yang dilakukan oleh PT Semen Padang bekerja sama dengan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Universitas Bung Hatta (UBH) di Area Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati) milik PT Semen Padang sejak 4 tahun lalu.

“Konservasi ikan Bilih ini merupakan bentuk kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, khususnya ikan Bilih Danau Singkarak jenis Mystacoleucus Padangensis dan satu-satunya di dunia yang terancam punah akibat ekploitasi,” kata Donny Arsal.

Donny Arsal, menambahkan konservasi yang dilakukan ini cukup efektif dalam menjaga kelestarian ikan Bilih, namun pihaknya berharap konservasi yang dilakukan perusahaan diimbangi dengan pembatasan penggunaan bagan dan sebagainya.

“Melihat tingkat keberhasilan yang tinggi, upaya konservasi ini perlu ditingkatkan dalam skala yang lebih besar lagi serta dapat menjadi edukasi bagi masyarakat tentang pembudidayaan ikan Bilih di luar habitatnya,” jelas Donny.

Sementara itu, Wakil Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy, mengapresiasi upaya pelestarian ikan Bilih yang dilakukan oleh SIG bersama LPPM UBH. Menurutnya konservasi ikan Bilih di luar habitatnya tidak mudah dilakukan, banyak kegagalan dan keberhasilannya sangat kecil.

“Tahun 2020, status ikan Bilih dinyatakan hampir punah. Harusnya, dengan status yang hampir punah, ikan bilih ini harus lebih mahal dibandingkan ikan Salmon di restoran Jepang,” kata Audy Joinaldy.

Di tempat yang sama, Rektor UBH, Tafdil Husni, mengatakan, keterlibatan UBH dalam konservasi ikan Bilih merupakan suatu bentuk kontribusi UBH melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) yang didukung oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Apalagi, status ikan Bilih Danau Singkarak pada 2020 lalu menuju kepunahan. Penebaran ikan Bilih dinilai akan luar biasa terhadap ekonomi nelayan  Danau Singkarak. Sebagai contoh, dari 1.500 ekor ikan Bilih yang disebar dan didalamnya ada 800 ekor betina, dan masing-masing betina akan mempunyai 3.000 telur.

Jika dikalkulasikan, maka jumlahnya akan ada 2,4 juta ekor ikan Bilih yang akan berkembang biak. Kemudian, untuk 1 juta ekor ikan Bilih, sama dengan 5.000 kg. “Sekarang ini harga ikan bilih Rp 50 ribu. Kalau kita perhitungkan lagi dalam setahun, maka jumlahnya bisa mencapai Rp 250 juta. Ini untuk 1 juta ekor ikan yang dihasilkan dari 800 ikan bilih betina yang disebar,” papar Rektor UBH ini.

Apalagi kalau hitungan kertasnya 2,4 juta, tentu hasilnya ada sekitar Rp 600 juta per tahun. “Makanya, mari sama-sama kita jaga kelestarian ikan Bilih ini, supaya bisa berkembang dengan baik di habitat aslinya ini,” ajak Tafdil Husni. (dra)