Sabam Sirait Menerjang, MPR-pun Meradang

Jakarta, (pawartajatim.com) – Berita duka wafatnya politisi senior Sabam Sirait, menghidupkan memori terkait interupsi almarhum yang menuai beragam reaksi. Melakukan interupsi (hak bertanya) bukanlah perkara yang gampang dilakukan oleh anggota DPR RI sekalipun.

”Apalagi dilakukan saat sidang DPR/MPR tahun 1993, dimana Soeharto, sebagai presiden, berkuasa penuh, mampu mengontrol dan mengendalikan eksekutif, legislatif, dan Yudikatif,” kenang Daniel Rohi, tentang Seniornya di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia/GMKI.

Namun, tirai sakral tersebut berhasil dikoyak oleh  Sabam Sirait, anggota DPR RI asal PDI.   Di tengah sidang umum DPR MPR yang dipimpin Wahono, dengan agenda sidang pengesahan perubahan Tap MPR No 3 Tahun 1988, mantan Sekretaris Jenderal PDI tersebut, diikuti oleh Nico Daryanto, dan Sukowaluyo, melakukan interupsi dan maju ke meja pimpinan untuk mempertanyakan alasan usulan PDI terkait pemilu dilaksanankan pada hari libur tidak dimasukkan dalam TAP MPR tersebut.

Karuan saja, apa yang dilakukan oleh Sabam Sirait CS tersebut membuat MPR meradang. Anggota Pamdal, yang biasanya bertindak sebagai satpam interupsi hanya bisa terkesima, melihat aksi kader banteng tersebut.

Ketua Fraksi Karya Pembangunan, Akbar Tanjung, berusaha untuk maju ke meja pimpinan dan memberikan klarifikasi untuk mengimbangi manuver politik yang dilakukan deklarator fusi PDI asal Partai Kristen Indonesia/Parkindo tersebut.

“Hampir semua fraksi di MPR saat itu sepakat  menolak usulan Fraksi PDI,” kata Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Daniel Rohi, kepada pawartajatim.com Kamis (30/9). Aksi heroik dan berani yang dilakukan oleh Sabam Sirait, menjadi legenda tersendiri bagi kader-kader banteng.

PDI yang kemudian berganti nama menjadi PDI Perjuangan, menempatkan politisi senior kelahiran Tanjung Balai Sumatera Utara tersebut di tempat terhormat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) partai Tahun 1998-2008, bersama Taufik Kiemas, suami Megawati Soekarnoputri.

Karir politik ayah dari mantan Ketua DPP PDI Perjuangan, Maruarar Sirait, ini terbilang lengkap. Selain pernah menjabat sebagai Sekjen PDI selama 3 periode (1973 -1976, 1976-1981, 1981-1986), diantaranya mendampingi Ketua Umum Harjanto.

Pria akrab dipanggil Ompung Marshala Doli ini, memiliki riwayat pengabdian lengkap dan panjang di Senayan. Mulai dari  anggota DPR Gotong Royong (DPR GR) periode 1967- 1973, DPR RI 1973-1982, Dewan Pertimbangan Agung (DPA RI) periode 1983-1993), DPR RI 1992-2009, Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) hingga sekarang.

“Atas jasa-jasanya tersebut, Negara memberikan penghargaan Bintang Mahaputra Utama,” ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim ini. Lebih lanjut, Daniel Rohi, yang juga Ketua DPD Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Jatim ini, menuturkan betapa gigih perjuangan seniornya di Parkindo itu.

Dia ingat betapa marah saat Sabam Sirait mengetahui bahwa  banyak sawah produktif di Indonesia dialih fungsikan  untuk mendirikan pabrik dan perumahan tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan, menurutnya membuat sawah itu tidak mudah. Karena tidak semua tanah memiliki keasaman dan humus yang bisa dibuat untuk sawah.

Kini, perjuangan Sabam Sirait, tinggal cerita. Karena suami  dari Sondang Sidabutar ini harus berpulang, menghadap Sang Penciptanya. Dia menghembuskan nafas terakhir, pada Rabu  (29/9) pukul 22.37 WIB setelah dirawat di RS Siloam Karawaci.

Walaupun politisi 6 zaman ini telah meninggal dunia, cerita kepahlawanan, kesetiaan, konsistensi dan kegigihannya, tetap hadir dihati kader-kader PDI Perjuangan. “Nama Sabam Sirait, tetap abadi dihati kader kader PDI Perjuangan, kami akan terus menyampaikan sejarah hidup orang besar ini saat kaderisasi,” tambah Kepala Badiklat PDI Perjuangan Jatim ini. (nn)