Surabaya, (pawartajatim.com) – Tumpang tindih kewenangan aparat di dunia perhotelan. Bisnis pariwisata khususnya perhotelan mulai menggeliat seiring dengan selesainya pandemi covid-19. Sebagai penyedia layanan akomodasi dan konsumsi, hotel berlomba-lomba melakukan terobosan inovasi. Baik produk maupun layanannya.

Pemerintah, selaku regulator dan fasilitator berusaha membantu para pelaku usaha perhotelan, dengan melakukan sosialisasi peraturan dan melakukan evaluasi pelaksanaannya. Pendapat tersebut terungkap para pihak terkait acara Sharing Crisis Management yang diselenggarakan DPP PHMI di Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia/PWI Jatim Senin (17/7).

Kepala Satpol PP Provinsi Jatim, M Hadi Wawan Guntoro, menyampaikan, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), institusinya bertanggung jawab terhadap penegakkan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jatim, termasuk melakukan pengawasan dan penertiban terhadap hotel-hotel yang berada di jalan-jalan dengan kualifikasi jalan provinsi.

Kasat Binmas Polrestabes Surabaya, AKBP Benny Elfian Syah, SH., MHum. (foto/nanang)

Selain itu, Pemerintah Provinsi melalui Satpol PP juga bertugas melakukan pengawasan terhadap hotel dengan jumlah unit kamar 101 sampai 200, memiliki restoran dengan kapasitas 101 sampai 200, terdapat spa, bar atau klub malam.

“Kami dengan senang hati melakukan sosialiasi kepada pihak hotel terkait kewenangan Pemerintah Provinsi,” kata Kepala Satpol PP Pemprov Jatim, M Hadi Wawan Guntoro. Sementara, Kepala Bidang/Kabid Penegakkan Perda Satpol PP Kota Surabaya, Yudhistira, menyampaikan, kewenangan Pemerintah Kota terhadap dunia perhotelan yang paling krusial adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF).

Pemerintah kota melalui Satpol PP melakukan pengawasan ketat terhadap kedua perizinan ini. Sering kali Satpol PP harus menerbitkan peringatan 1 dan 2, hingga menerima permintaan bantuan penertiban/Bantib dari dinas terkait.

Kepala Bidang/Kabid Penegakkan Perda Satpol PP Kota Surabaya, Yudhistira, (foto/nanang)

Jika suatu ketika terjadi dugaan tindak kriminal di hotel, seperti pencurian, perzinahan, atau pembunuhan, maka institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) adalah lembaga yang berwenang melakukan penanganan.

“Apabila terjadi tindakan kriminal di hotel, maka marcomm atau yang ditugaskan oleh management segera berkoordinasi dengan kepolisian, supaya masalah tidak menjadi liar. Karena ini berkaitan  dengan image hotel,” ujar Kasat Binmas Polrestabes Surabaya, AKBP Benny Elfian Syah, SH., MHum.

Namun, apabila pelaku kejahatan di hotel diduga adalah oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau anggota Polri, maka pihak hotel wajib berkomunikasi dengan Polisi Militer. Bisa dengan POM AD, AL atau AU.

“Anggota TNI dan Polri tidak terjangkau oleh peradilan umum,” tegas Kadis Gakkum Lantamal V, Letkol (L) Didik P Irawan, SH., MH. Banyaknya regulasi terkait dengan pendirian maupun operasional yang harus diperhatikan manajemen hotel, terkadang membuat bingung dan sulit dalam melaksanakan aturan tersebut.

Seorang manager hotel peserta sharing yang enggan disebutkan namanya, mengaku kesulitan saat mengurus LSF. Tumpang tindih batasan kewenangan, dan banyaknya pihak terkait juga menjadi kesulitan tersendiri bagi managemen hotel saat menjalankan tugas di lapangan.

Mereka merasa perlu penyederhanaan aturan dibidang perhotelan supaya lebih efektif dan efisien. (nanang)