
Surabaya, (pawartajatim.com) – Salah satu tokoh nasional asal Jawa Tengah/Jateng, Raden Mas/RM Margono Djojohadikoesoemo, diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Karena itulah, Sygma Research and Consulting/SRC menggelar Focus Group Discussion/FGD di Surabaya untuk membahas kajian historis terkait usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada RM Margono Djojohadikoesoema.
FGD yang digelar di Sekretariat PWI Jatim Jum’at (25/10/2024) menghadirkan sejumlah pakar dari perguruan tinggi dan tokoh masyarakat. Diantaranya, Prof Drs. Ec. Abdul Mongid M.A., Ph.D, dari Universitas Negeri Surabaya/Unesa serta sejarawan Unair Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum, untuk menelaah kontribusi historis Margono dalam sejarah perbankan nasional serta perannya dalam berbagai posisi strategis negara.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unesa, Prof. Drs. Ec. Abdul Mongid, MA, Ph,D, menekankan pada legasi RM Margono Djojohadikoesoemo. Pada 1937 menjadi expatriat di Belanda pada Ministerie Van Koloniale Zaken.
“Satu prestasi yang tidak main-main. Pernah juga bekerja di Departemen Urusan Ekonomi Hindia Belanda dan beberapa tugas makin banyak dan luas,” kata Mongid. Ia menambahkan sebelum kemerdekaan Indonesia, Margono bekerja di berbagai instansi pemerintahan Kolonial Belanda. Pengalaman ini membuatnya memahami system keuangan dan administrasi pemerintahan serta membentuk pandangan ekonominya yang kuat.
“Margono kemudian terlibat dalam berbagai aktivitass nasional meskipun posisinya di Pemerintahan colonial. Juga aktif di dunia politik, anggota BPUPKI, aktif dalam merumuskan dasar-ddaar Negara Indonesia dan anggota komite ekonomi BPUPKI.
Margono, kata Mongid, mendirikan Bank Negeri Indonesia (BNI) dengan modal hanya Rp 350.000, juga mendirikan Bank Sentral Indonesia yang masih bernama BNI. Margono Djojohadikoesoemo, dikenal sebagai sosok yang berjasa menginisiasi pendirian Bank Negara Indonesia (BNI), di mana ia menjabat sebagai Direktur Utama pertama pada 1946.
BNI menjadi satu-satunya “Bank Perjuangan” yang berperan penting dalam mendukung ekonomi pada masa revolusi kemerdekaan. Selain itu, Margono juga pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA), serta memiliki pengalaman penting lainnya sebelum kemerdekaan, termasuk penugasannya ke Belanda pada tahun 1937–1938.
‘’Margono adalah sosok yang telah memberikan kontribusi luar biasa terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pengembangan ekonomi nasional melalui kiprahnya di berbagai bidang termasuk pendiri Bank Negara Indonesia/BNI,’’ ujar Mongid.
Kajian ini tidak hanya fokus pada pencapaian Margono dalam dunia perbankan, tetapi juga menggali lebih dalam mengenai latar belakangnya. Menurut Prof. Purnawan Basundoro, berdasarkan sumber-sumber online dan penelitian, Margono lahir di Desa Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, dan merupakan keturunan prajurit Pangeran Diponegoro. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa nasionalisme dan kepahlawanannya sudah tertanam sejak dari leluhurnya.

“Namun, tantangan yang dihadapi dalam pengusulan gelar ini adalah validitas data yang harus benar-benar menguatkan tindakan dan kontribusinya untuk memenuhi kategori kepahlawanan,” urai Prof Dr. Purnawan Basundoro.
Tantangan Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional
Dalam diskusi tersebut, Lutfil Hakim, Ketua PWI Jawa Timur, menekankan pentingnya data valid sebagai dasar pengajuan gelar Pahlawan Nasional. Sygma Research and Consulting sendiri sedang menggali tokoh-tokoh yang dianggap layak.
Namun, seringkali masih ada tokoh yang berprestasi, tetapi belum tentu memenuhi kriteria kepahlawanan. Maka, diperlukan telaah mendalam untuk memastikan Margono layak menerima gelar tersebut.
“Pengajuan gelar Pahlawan Nasional memang memerlukan lebih dari sekadar kontribusi dan prestasi; aspek keberanian, pengorbanan, dan dampak jangka panjang dari tindakan tokoh tersebut terhadap bangsa menjadi faktor penting yang dinilai. Sehingga, dalam kasus Margono Djojohadikoesoema, setiap data dan bukti sejarah harus benar-benar mendukung usulannya sebagai pahlawan,” tegas Lutfil Hakim. (bw)