Sidoarjo, (pawartajatim.com) – Puluhan produsen tempe di sentra Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tempe Desa Sedenganmijen, Kecamatan Krian, Sidoarjo menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Mereka kompak mogok produksi tempe selama tiga hari yakni mulai 21 sampai 23 Februari 2022 besok.
Aksi mogok massal ini menyusul harga kedelai impor sebagai bahan baku utama tempe harganya masih tinggi (selangit). Ketua Paguyuban Pedagang Tempe (PPT) Krian, Mukhromin, mengatakan aksi mogok produksi dilakukan serentak oleh seluruh pelaku usaha tempe di wilayah Krian.
“Semua produsen tempe di Krian udah tutup dari kemarin. Ada puluhan pelaku usaha tempe yang disweeping di Pasar Krian. Kalau tidak ditutup akan di sweeping teman-teman. Karena tutup produksi ini serentak,” ujar Mukhromin Selasa (22/2). Seusai menggelar sweeping di pasar Krian, lanjut Mukhromin para produsen tempe berkoordinasi. Hasilnya, setelah mogok massal maka disepakati hari Kamis bakal memproduksi dan berjualan lagi.
“Harga tempe tetap kita jual Rp 1.500 per potong (tidak dinaikkan). Kenaikan kedelai kami siasati dengan mengurangi ukuran dan bentuk tempe. Nanti kurang lebih ukuran seperti bungkus rokok,” imbuhnya.
Pria 57 tahun ini menjelaskan, aksi mogok massal ini terpaksa dilakukan agar pemerintah yakni Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI dapat melakukan intervensi atas tingginya harga kedelai impor yang saat ini mencapai Rp 11.500 per kilogram di pasaran. Padahal, harga kedelai impor normal atau sebelumnya berkisar antara Rp 9.500 sampai Rp 10.000 per kilogram.
“Kalau dijual dengan harga biasa, kami tidak dapat untung bahkan rugi. Kami ingin pemerintah mendengar keluhan produsen tempe dan konsumen juga mengetahui tahu tempe mahal karena bahan bakunya sudah naik,” tegasnya.
Mukhromin berharap agar harga kedelai impor bisa kembali stabil (normal) seperti sebelumnya. Hal ini agar aksi mogok produksi itu tidak akan berlangsung lebih lama. “Kalau konsumen mendapatkan harga tahu tempe yang wajar, maka harga bahan baku utama kedelai harus terjangkau produsen tempe dan tahu seperti warta kampung tempe disini,” jelasnya.
Hal yang sama disampaikan agen kedelai sekaligus penjual tempe asal Krian, Ny Ningsih. Menurutnya, sejak harga kedelai impor naik pembeli kedelai turun. Menurut dia, biasanya saat harga normal kiriman 1 truk bermuatan 9 ton bisa habis dalam 2 hari. Namun sekarang baru habis dalam kurun waktu 4 sampai 5 hari.
“Begitu juga produksi tempe. Biasanya kita habis 5 kuintal kedelai, sekarang merosot drastis,” ungkap ibu 3 anak ini. Sejak kemarin, kata perempuan yang memiliki 6 karyawan ini, pihaknya menyepakati aksi mogok produksi massal sementara itu mulai 21 sampai 23 Februari 2022.
“Sesuai kesepakatan Paguyuban Pedagang Tempe Krian memang kami mogok semua. Kami berharap pemerintah (Jokowi) memperhatikan keluhan kami dan harga kedelai impor bisa normal lagi. Agar puluhan pedagang tempe di Pasar Krian bisa berjualan lagi dan konsumen bisa menjangkau harga tempe,” tandasnya. (rin)