Banyuwangi, (pawartajatim.com) – Sebuah tradisi unik digelar di SMK Negeri 1 Tegalsari, Banyuwangi. Siswa baru yang akan memulai pendidikan menjalani prosesi ruwatan,Sabtu (23/7) malam.

Ritual ini menggunakan budaya Jawa dengan kesenian wayang kulit. Selain melestarikan budaya, tradisi yang pertama kali di Banyuwangi ini bertujuan mendoakan siswa agar lancar menempuh pendidikan.

Ruwatan siswa ditandai dengan pemberian gunungan wayang dari pihak sekolah kepada dalang wayang kulit. Ini sebagai simbol dimulainya sebuah proses pendidikan yang mengedepankan tata krama siswa, tak sekadar menuntut ilmu.

Dengan gending Jawa kuno, para siswa diberikan doa agar nantinya bisa lulus sesuai jadwal. Lalu, mendapatkan ilmu yang bermanfaat selama menempuh pendidikan. Prosesi diakhiri dengan pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

Ceritanya, mengisahkan perjalanan para Pandawa membangun istana Ngamarta. Cerita ini berkaitan dengan proses perjuangan dalam meraih cita-cita. Sebelum ruwatan dengan tradisi Jawa, para siswa menjalani ruwatan santri.

Kegiatan ini melibatkan para ulama dari pondok pesantren (ponpes) di sekitar sekolah. Ruwatan santri menjadi prosesi awal para siswa mengenal pendidikan di sekolah. “Tujaun ruwatan santri ini lebih pada mendoakan para siswa agar selamat dan lancar ketika menempuh pelajaran di sekolah,” kata Kepala SMK Negeri 1 Tegalsari, Dr Umar Said.

Penggunaan budaya wayang kulit ini bukan alasan. Dalang yang membawakannnya juga siswa dari sekolah setempat. Pagelaran ini sekaligus pelaksanaan kurikulum merdeka belajar bagi siswa dan guru.

“Dengan kurikulum ini, siswa kami eksplor kemampuannya, termasuk potensi budaya dan kearifan lokal wayang kulit,” jelas Umar Said. Sebanyak 615 siswa baru dari tujuh jurusan akan menjalani pendidikan di sekolah yang sarat prestasi ini.

Sebelum pendidikan dimulai, mereka menjalani masa pengenalan lingkungan sekolah. Prosesi ini diisi dengan pembentukan karakter. “Kami lebih mengedepankan adab atau etika bagi siswa dalam belajar. Lalu, mengimplementasikan kurikulum merdeka agar anak didik bisa muncul bakat dan kemampuannya masng-masing,” pungkasnya.

Ruwatan siswa dengan kesenian wayang kulit mendapat dukungan dari Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani. Kegiatan ini menjadi salah satu pelaksanaan pendidikan karakter berbasis potensi lokal. Sehingga, budaya Jawa yang adi luhung tetap dikenal generasi muda.

“Ruwatan ini bisa menjadi model baru bagaimana membentuk karakter siswa dangan konsep merdeka belajar. Salah satunya, dengan mendorong kemampuan siswa dalam pelestarian budaya,” kata Bupati melalui Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Suratno. (udi)