Davos, (pawartajatim.com) –  Dalam salah satu panel diskusi yang  disponsori  Channel News  Asia  (CNA) dari Singapura bertema “The Biggest Trade Deal in the World”, Menteri Perdagangan  Muhammad  Lutfi, mengingatkan, semua partisipan bahwa Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) benar-benar bisa menjadi solusi nyata bagi perekonomian dunia yang dilanda inflasi tinggi saat ini. Kondisi  tersebut diakibatkan khususnya oleh hambatan perdagangan dunia   yang disebabkan proteksionisme dan perang dagang serta tidak berfungsinya Organisasi  Perdagangan Dunia (WTO) sebagaimana mestinya.

“Ketika negara-negara yang sudah maju menerapkan standar ganda, WTO justru tidak berkutik,” tegas Mendag Lutfi. Cukup mengejutkan panelis lainnya. Mendag Lutfi, justru  mengatakan, tingginya harga komoditas dunia saat ini adalah peluang bagi para petani di negara-negara berkembang besar seperti Indonesia, India, Brasil dan Tiongkok untuk menikmati keuntungan lebih.

Ini ekuilibrium baru dalam perdagangan  komoditas pangan dunia. Jangan dirusak dengan  menyalahkan salah satu negara. Misalnya, Tiongkok karena posisi dagang yang kurang  menguntungkan. Bahaya kalau beberapa negara maju berkelompok untuk membenarkan standar ganda,” jelas Luthfi.

Hal yang dimaksud standar ganda oleh Mendag Lutfi, adalah negara-negara yang sudah maju menyalahkan dan mengganggu perdagangan bebas dunia, ketika mereka kurang diuntungkan posisi dagangnya terhadap suatu negara tertentu,misalnya Tiongkok.

Padahal, dahulu ketika posisi dagang mereka diuntungkan sehingga petani di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang makmur, semua negara berkembang dipaksa membuka pasarmereka. “Harus ada  kebersamaan dan kesetaraan kesempatan dalam perdagangan bebas dunia,” kata Mendag Lutfi.

Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi menjadi pembicara pada diskusi panel yang disponsori Channel News Asia (CNA) dari Singapura bertema Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) pada penyelenggaraan World Economic Forum (WEF) 2022 di Davos, Swiss, Kamis (26/5). (foto/ist)

Mendag Lutfi, sempat berdebat cukup tegang dengan panelis lainnya. Yaitu, CEO Suntory Holdings, salah satu produsen makanan dan minuman terbesar di dunia asal Jepang, Tak Miinami. Sang CEO menyatakan pesimis dengan situasi perdagangan dunia saat ini,khususnya karena Tiongkokyang saat ini menutup pasarnya karena kebijakan Zero-Covid yang diterapkan Presiden China  Xi  Jin  Ping. Sehingga Tiongkok, menurutnya, perlu dibatasi perannya dalam perdagangan dunia.

Mendag Lutfi, menyayangkan pandangan tesebut apalagi mengingat Jepang sudah merasakan menjadi negara maju. Menurut  Mendag  Lutfi,dunia  harus  mengakui  fakta  bahwa  ketika Tiongkok mulai  mendominasi perdagangan  dunia, dampak  positifnya  dapat  dirasakan  seluruh  masyarakat  dunia  dengan  harga barang-barang yang semakin terjangkau.

‘’Kami  di  Indonesia  sangat  merasakan  betul  manfaatnya.  Apalagi Tiongkokjuga  menjadi  sumber utama transfer  teknologi bagi negara-negara berkembang saat ini,” tegas Mendag Lutfi. Padahal, kata dia, Tiongkok baru bergabung dengan WTO di tahun 2001.

Tapi manfaatnya jauh  lebih  terasa  dibandingkan  empat  puluh  tahun  lebih sejakperdagangan  dunia  didominasi  oleh kapitalisme Barat. “Biarkan  harga  pangan  tinggi  saat  ini  menjadi sinyalagar  petani  dan  peternak  di  negara-negaraberkembang   termasuk   Indonesia   meningkatkan produksi,sehingga nantinya harga akan turun dengan sendirinya karena pasokan melimpah,” tegas Mendag Lutfi.

RCEP Peluang dan Katalis

Mendag Lutfi, mengatakan, RCEP berpotensi  memperbaiki  tata  niaga  perdagangan  dunia.  Dari yang sebelumnya  berbasis   akumulasi   dan   konsentrasi   kemakmuran,   menuju   tata   niaga   baru yang meratakan kemakmuran dan menciptakan kesejahteraanbersama.

”Bila dievaluasi secara jujur, kondisi tersebut adalah akibat dari kompetisi atau persaingan bebas yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi makro. Oleh  karena  itulah  tata  niaga  dunia  yang  baru  harus  berbasis  kolaborasi  yang  bermanfaat  tanpa adanya  diskriminasi  atau  bersifat  inklusif.  Bila  seluruh  dunia  sibuk  berkolaborasi  maka  tidak  ada ruang untuk kompetisi yang sering kaliberujung kepada konflik antarnegara,” tegas Mendag Lutfi.

RCEP sebagai  perjanjian  perdagangan  bebas  terbesar  di  dunia  diikuti  oleh  kesepuluhnegara  ASEAN ditambah  Australia,  Selandia  Baru,  Tiongkok,  Jepang,  dan  Korea  Selatan. RCEP adalah  kerjasama perekonomian  pertama  di  dunia yang  memiliki  Tiongkok,  Jepang, dan  Korea  Selatan  sama-sama menjadi anggota.

“Perdagangan bebas tidak harus berdasarkan persaingan bebas. Melainkan bisa juga dicapai melalui kolaborasi  yang  nondiskriminatif  atau  inklusif.  Sudah  ada  bukti  keberhasilannya  yaitu  ASEAN,”tegas Mendag Lutfi.

Model  komunitas  ekonomi  bersama  yang  inklusif  dan  kolaboratif  sudah  dibuktikan  keberhasilannya  oleh  ASEAN  yang  saat  ini  merupakan  perekonomian  terbesar  kelima  di  dunia  dengan  totalproduk domestik  bruto (PDB) mencapai  USD3,3  triliun  dan  total  populasi  masyarakatnya  630  juta  orang. Padahal kesepuluhnegara  ASEAN  memiliki  latar  belakang,  bentuk  pemerintahan,  bahkan  sistem perekonomian yang sangat beragam.

“Di  belahan  dunia  lain  justru  menciptakan  pertentangan  bahkan  perang  dingin,  di  ASEAN  kami merajutnya  menjadi  persatuan,  kesejahteraan  bersama,  dan  kolaborasi  untuk  berperan  lebih  bagi perekonomian dunia,” tambah Mendag Lutfi.

Sepuluhnegara  ASEAN  terdiri atassatu  kerajaan  (absolute monarchy),  dua  pemerintahan  junta militer, dua negara komunis, dan lima demokrasi dengan rasa lokal yang kuat. “Lewat  RCEP, kami  berharap  struktur  dan  model  ASEAN  yang  terbukti  relevan  dan  berhasil  akan menjadi contoh yang diadopsi oleh banyak negara di seluruh dunia,”  tegas Mendag Lutfi. (bw)