Surabaya, (pawartajatim.com) – Pasca debat perdana Calon Wakil Presiden Republik Indonesia (Cawapres RI) 2024, muncul framing positif dan negatif atas narasi yang disampaikan kandidatnya, terutama dari masing-masing pendukung pasangan calon (Paslon).
Dosen Kajian Media dan Budaya, Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Radius Setiyawan, turut buka suara usai debat perdana Cawapres yang digelar Jumat (22/12/2023) malam.
Radius menilai debat perdana Cawapres berjalan seru dan sengit. Ketiga cawapres cukup agresif menyerang lawan-lawannya, bahkan perdebatan tersebut dianggap lebih seru dibandingkan debat Capresnya.
“Masing-masing calon melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak. Saling serang tak terelakkan. Bagi saya, dalam debat itu hal yang biasa. Selain Cawapres, yang tidak kalah sengit lagi adalah perdebatan para pendukung di media sosial (Medsos),” kata Radius di Surabaya, Sabtu (23/12/2023).
Radius menyebut, para pendukung paslon berusaha membuat framing positif atas narasi yang disampaikan kandidatnya. Tidak jarang juga menyerang lawan dengan framing negatif.
“Kalau kita lihat di media sosial setelah debat tadi malam, berbagai potongan video atau gambar disebar, dan setiap potongan tersebut diberi makna sesuai dengan kepentingan. Tentu, hal ini akan menggiring opini publik dan memiliki pengaruh yang kuat,” ungkapnya.
Menurut Radius, dunia digital saat ini memiliki jangkauan yang luas. Tidak terbatas ruang dan waktu, mudah diterima serta dibagikan. Sehingga, dalam konteks tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi misinformasi atau disinformasi (hoax).
Pengguna media sosial atau netizen harus memperhatikan hal-hal ini dalam menerima berita. Pertama, memastikan. Artinya, melakukan ricek atas informasi yang diterima. Cari sumbernya dan jangan mudah menyebar.
“Berita hoax atau berita palsu menjadi isu serius menjelang Pilpres, karena memiliki potensi dampak negatif pada stabilitas sosial dan politik, sehingga perlunya peran aktif pengguna media sosial dalam memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya,” jelasnya.
Kedua, kata Radius, bersikap bijak atas potongan-potongan video atau foto yang menyebar. Jangan malas mencari versi utuhnya. Karena dalam teks tersebut ada konteks yang harus dipahami.
“Mencari asal foto dan video secara utuh menjadi sangat penting, karena tak jarang hal tersebut digunakan menyebar hoaks untuk mendukung klaim mereka. Jangan kecintaan terhadap paslon membuat kita kehilangan nalar kritis,” terangnya.
Terakhir, lanjut Radius, debat tidak akan mampu menggambarkan isi kepala. Sebab, durasi dan format yang ditentukan membatasi hal tersebut. “Jadi wajar, siapa yang menguasai teknik dan strategi. Dialah pemenangnya,” pungkasnya. (red)