Surabaya, (pawartajatim.com) – Peristiwa 27 Juli 1996 di Jakarta, mengakibatkan jatuhnya korban jiwa meninggal dan korban luka-luka dari pendukung Megawati Soekarnoputri, setelah pendukung Soerjadi dengan dibantu aparat kepolisian dan TNI berhasil menguasai Kantor DPP PDI di Jl. Diponegoro No 58 Jakarta.
Pendukung Megawati yang tersisa dan terluka digelandang aparat dan dinaikkan truk disertai umpatan-umpatan yang menyakitkan hati. Keesokan hari, tepatnya tanggal 28 Juli 1996 pukul 02.30 Wib dini hari, sebanyak 4 truk tentara dari Angkatan Darat mendatangi kantor PDI Promeg Jawa Timur/Jatim di Jl. Pandegiling No 223 Surabaya.
Perintah yang diberikan kepada mereka jelas sekali. Yaitu, mengambil alih kantor dari pendukung Megawati yang ada disana. Pada saat itu, yang tertinggal hanya 4 orang anggota Satuan Tugas (Satgas) PDI Jatim. Yaitu, Nanang Sutrisno, Chandra Negara, Eko Bogang, dan Hari Vietkong.
Beberapa jam sebelumnya, kondisi kantor memang ramai sesak dengan kedatangan kader Promeg yang mencari kejelasan tentang peristiwa pengambil alihan kantor DPP di Jakarta. Karena semakin banyak yang datang semakin sesak.
Maka Ketua DPD PDI Jatim, Ir Soetjipto kemudian meminta massa bubar dan kembali pulang ke rumah masing-masing. Hal ini untuk mencegah hal- hal yang tidak diinginkan. Antara lain, ditunggangi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sehingga massa menjadi brutal dan tidak terkendali. Menyikapi kedatangan aparat, maka kami berempat melakukan pembicaraan dengan komandan militer yang memimpin pasukan tersebut dari dalam pagar.
Sementara komandan militer dan pasukannya tetap di luar pagar. “Setelah berunding dengan teman-teman, saya minta waktu 15 menit untuk menghubungi Pak Cip untuk meminta petunjuk dan arahan,” kata Nanang Sutrisno, kepada pawartajatim.com di Surabaya Jumat (26/7/2024).
Kemudian atas bantuan satpam PT Bumi Raya, Nanang Sutrisno dan Chandra Negara menggunakan telepon dan berhasil tersambung dengan Soetjipto. Saat memberikan arahan, Soetjipto bertanya ada berapa orang yang masih tersisa disana?
Ketika Nanang Sutrisno dan Chandra Negara menjawab ada 4 orang. Soetjipto pun tertawa. “Pak Cip memberi arahan agar kami menyerahkan kantor kepada aparat dalam keadaan terkunci,” jelas Nanang, yang kelak terpilih sebagai anggota DPRD kota Surabaya.
Sampai disini para anggota satgas merasakan benar kebijaksanaan, kecerdasan, dan kejelian Ir Soetjipto dalam menyikapi sebuah permasalahan, termasuk menyikapi soal Kantor Pandegiling. Padahal saat itu keempat satgas yang ada siap mengorbankan diri, jika Ir Soetjipto memberikan perintah melawan untuk mempertahankan kantor.

Satgas yang dipimpin Chandra Negara yang usianya paling tua menyerahkan kantor PDI Jatim dalam keadaan terkunci dan pulang ke rumah masing-masing. Dan aparat militer tidak pernah masuk dan menguasai kantor DPD PDI Jatim yang berada di Jl Pandegiling tersebut.
Mereka hanya memblokade jalan diujung barat dekat Jl. Pasar Kembang, dan pertigaan dekat Jl. Imam Bonjol. Hal tersebut dilakukan kurang lebih selama dua minggu, kemudian tugas mereka di lapangan dibantu Brimob dan kesatuan polisi yang lain.
Ada kejadian konflik kecil terjadi diantara para satgas yang ada. Yaitu, saat Chandra Negara akan menurunkan bendera PDI yang berkibar di tiang bendera berada di halaman, dengan maksud diserahkan kepada Ir Soetjipto selaku Ketua DPD.
Namun, rupanya Eko Bogang tidak terima dengan sikap Chandra Negara. Eko menganggap bahwa menurunkan bendera adalah tanda menyerah, dan itu yang membuat Eko tidak terima.
“Akhirnya saya melerai dan mendamaikan keduanya, dan meyakinkan bahwa tindakan Chandra Negara saat itu lebih baik daripada diturunkan aparat secara serampangan,” tambah Bendahara Badan Bantuan Hukum Advokasi Rakyat PDI Perjuangan Kota Surabaya ini.
Keesokan harinya bendera partai tersebut diserahkan kepada Ir. Soetjipto melalui Imam Soeroso yang menjabat Wakil Sekretaris DPD PDI Jatim. Ternyata dalam gedung yang sudah dalam keadaan kosong, terkunci, dan status quo pasca diserahkan oleh para satgas kepada aparat.
Ternyata masih ada sosok yang masih tertinggal karena bersembunyi di atas atap dapur belakang gedung, di adalah Bambang DH, orang paling dicari aparat pada saat itu, kelak Bambang DH terpilih sebagai Walikota Surabaya. (arief)