Makam Mbah Sinari di Desa Ngawen Kec. Sidayu Gresik. Makam yang dianggap keramat ini ramai dikunjungi peziarah khususnya hari Malam Jumat. (foto/dra)

Gresik, (pawartajatim.com) – Memiliki banyak makam keramat Pemerintah Desa/Pemdes Ngawen Sidayu Gresik bertekad mengembangkan potensi wisata religi. Makam itu seperti Mbah Sinari, Kanjeng Sido Ngawen, Kanjeng Sido Banteng dan Kanjeng Tumenggung Suwargo. Semua makam ini berada di wilayah Desa Ngawen.

“Dengan adanya banyak makam yang dianggap keramat ini, kami ingin mengembangkan potensi wisata religi di desa kami,” kata Sekretaris Desa/Sekdes Ngawen Sidayu Gresik, Ali Afandi ST, Sabtu (21/12).

Keseriusan Pemdes Ngawen mengembangkan wisata religi ini terlihat dengan sudah ditambahkan sarana beribadah di komplek makam Mbah Sinari. Penambahan sarana itu berupa pembangunan pondasi mushola yang dibangun pada November 2024 belum lama ini.

Dengan mengembangkan potensi wisata ini, lanjut Ali panggilan akrab Sekdes Ngawen diharapkan bisa menambah Pendapatan Asli Desa (PAD). Seperti dari retribusi parkir kendaraan.

Disamping itu, juga bisa menumbuhkan giat ekonomi baru warga atau multiflier effect. Diantara beberapa makam keramat yang berada di Desa Ngawen ini, Makam Mbah Sinari yang paling banyak dikunjungi peziarah khususnya pada malam Jumat.

Akses jalan masuk ke makam Mbah Sinari yang berada di pinggir Jl. Daendels. Kendaraan besar seperti bus bisa parkir di seberang gang pintu masuk ini. (foto/dra)

Akses masuk ke makam ini sudah di paving, kendaraan mini bus dan mobil kecil bisa langsung masuk ke lahan kosong aerea makam. Sementara, untuk kendaraan besar seperti bus bisa diparkir di tempat parkir dekat jalan raya Daendles yang berjarak sekitar 400 meter dari makam. Seperti diketahui Makam keramat Mbah Sinari atau Senari terletak di sebelah timur Desa Ngawen, Kecamatan Sidayu Gresik.

Makam tersebut menjadi titik sentral atau berada tepat di tengah antara Dusun Ngawen, Asemanis dan Dusun Pekuncen. Makam berukuran sekitar 8 meter dengan lebar sekitar 0,8 meter ini berada dalam cungkup yang sederhana dan terlindungi oleh rumpun bambu dan pohon besar yang diyakini telah berusia ratusan tahun.

Sampai saat ini makam Mbah Sinari masih dikeramatkan oleh warga Desa Ngawen, Dusun Asemanis, Asempapak, Kuncen, dan desa di sekitarnya seperti Randuboto hingga Tajung. Itu terlihat dari kehadiran ribuan sami’in dan sami’at dari beberapa desa tersebut.

Menurut Wasi’an  juru kunci makam menuturkan  sosok Mbah Sinari diyakini oleh masyarakat setempat sebagai Kanjeng Sepuh Sidayu kelima yang dikenal dengan julukan ‘Nogosaliro’.

Mbah Sinari, disebut memiliki senjata pamungkas ‘Tombak Cakra Tirta’ sepanjang 4 jengkal (2,5 meter). Beliau juga memiliki kuda putih yang setia menemani ke mana Mbah Sinari pergi.

Konon kuda itu pandai melewati titian (Mowot). Wasi’an menjelaskan, keberadaan makam Mbah Sinari atau Senari berasal dari rasa penasaran Kanjeng Sepuh Sidayu kedelapan kepada sosok berjubah dan bersurban yang kerap datang pertama di masjid dan orang terakhir meninggalkan Masjid  Sidayu.

Karena sosok tersebut tidak pernah bicara dan hanya berdzikir, Kanjeng Sepuh pun enggan untuk bertanya. Hingga akhirnya Kanjeng Sepuh menugaskan muridnya untuk memata-matai sosok misterius ini.

Dari pengamatan muridnya disampaikan, jika sosok ini ke masjid naik kuda putih dari Desa Ngawen melewati Asempapak. Setelah turun, dia mengikat kudanya di timur Alun-alun Sidayu lalu berjalan ke masjid.

Begitu pula ketika  pulang dari masjid, beliau berjalan menuju kudanya lalu bergegas ke Desa Ngawen. Ketika sampai di Desa Ngawen, sosok ini hilang beserta kudanya di antara rumpun bambu.

Berdasarkan laporan muridnya, akhirnya Kanjeng Sepuh Sidayu kedelapan isyaroh di tempat hilangnya sosok berjubah dan bersurban itu. Dari isyaroh itu ditemukan tombak ‘Cakra Tirta’ yang disertai pesan agar tombak tersebut dimakamkan di tempat diketemukannya. Peristiwa itu terjadi pada bulan Muharam/Suro Jum’at ketiga.

Makam Kanjeng Sido Banteng di Desa Ngawen Sidayu Gresik. (foto/dra)

Sejak saat itu haul Mbah Sinari, mulai dilaksanakan Kanjeng Sepuh Sidayu. Hingga saat ini haul Mbah Sinari selalu diperingati setiap tahun bersamaan dengan haul sesepuh Desa Ngawen. Masih menurut  Wasi’an, di desa Ngawen juga ada makam Pejabat Sidayu sebelumnya.

Diantaranya, makam Tumenggung Suwargo (Kanjeng Sepuh Sidayu pertama) dan Mbah Sido Ngawen (Kanjeng Sepuh Sidayu kedua). Selain itu, ada juga makam Mbah Banteng (Kanjeng Sepuh Sidayu ketiga), makam Mbah Probolinggo (Kanjeng Sepuh Sidayu keempat) dan makam Raden Ainul Khodz (Kanjeng Sepuh Sidayu keenam) atau cucu dari Sunan Giri.

Sedangkan makam Kanjeng Sepuh ketujuh dan kedelapan berada di Masjid Jami Sidayu. Lalu makam kanjeng Sepuh Sidayu kesembilan Raden Badron berada di Jombang. Konon pada masa pemerintahannya dihentikan Belanda bersamaan kalahnya Kasunanan Giri oleh Mataram.

Raden Badron dipindahkan ke Jombang, dan status Sidayu berubah menjadi Kawedanan. Untuk pengunjung makam keramat yang lainnya di Desa Ngawen, ya ada tapi belum begitu banyak. (dra)