
Surabaya, (pawartajatim.com) – Pesta Pemilihan Kepala Daerah/Pilkada serentak November mendatang sudah di depan mata. Masyarakat umum berharap pelaksanaan Pilkada nanti berlangsung jujur dan beretika.
‘’Harapan itu perlu dikawal agar demokrasi di Indonesia tumbuh. Sebab, saat ini demokrasi di Indonesia tidak baik-baik saja,’’ kata Direktur Sigma Research & Consulting, Ken Bimo Sultoni, saat memberi sambutan pada acara ‘Diskusi Terbuka! dengan thema ‘Mengawal Demokrasi yang Bersih dan Beradab’ yang digelar Sigma Research & Consulting bekerja sama dengan PWI Jatim di Aula PWI Jatim Rabu (18/9).
Menurut dia, kejujuran dan akuntabilitas dalam Pilkada mendatang sangat penting untuk memberi tauladan pada masyarakat. Jangan masyarakat disuguhkan lagi sesuatu yang tidak patut dalam pesta demokrasi di daerah ini.
Tampil sebagai pembicara pada Diskusi Terbuka! dengan thema ‘Mengawal Demokrasi yang Bersih dan Beradab’ adalah Dosen Universitas Bhayangkara Surabaya, Dr Jamil, S.H., M.H, Dekan Fikom Unitomo, Dr Drs Harliantara, M.Si., Akademisi Universitas Wijayakusuma Surabaya, Dr Umar Sholahudin, S.Sos., M.Sosio dan Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim.
Pembicara Dr Umar Sholahudin, S.Sos., M.Sosio, mempertanyakan ada lima daerah hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah. Kelima daerah itu adalah, kota Surabaya, Kota Pasuruan, Kabupaten Gresik, Trenggalek dan Ngawi.
‘’Adanya kotak kosong di lima daerah di Jatim ini yang paling tanggung jawab adalah partai politik/parpol. Karena parpol yang berhak mengajukan nama kepala daerah ke KPU. Kalau ramai-ramai mendukung satu nama calon kepala daerah, berarti mereka gagal,’’ kata Umar.
Menurut dia, demokrasi di Indonesia saat ini tidak baik-baik saja. Seperti proses hukum dikendalikan tangan-tangan kekuasaan. Hukum berpihak pada politik tertentu yang kemudian mempengaruhi putusan MK no 90, yang memuluskan anak Presiden Jokowi maju dalam Pilpres.
Sementara, Dr Drs Harliantara, M.Si., menyatakan, partisipasi publik yang aktif dalam proses demokrasi sangat penting. Masyarakat perlu diberdayakan melalui pendidikan politik yang baik dan literasi digital.
“Ini akan membantu pemilih untuk memahami proses pemilu dan pentingnya suara mereka. Program-program sosialisasi yang melibatkan masyarakat dalam diskusi dan informasi mengenai calon dan kebijakan yang diusulkan dapat meningkatkan partisipasi dan kesadaran politik,” ujar Harliantara, yang juga mantan wartawan ini.
Sedangkan Ketua PWI Jatim, Lutfil Hakim, menggarisbawahi, kunci utama menjaga integritas pemilu adalah netralitas penyelenggara. Seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
KPU dan Bawaslu harus berfungsi sebagai wasit yang adil, memastikan bahwa semua pasangan calon (paslon) memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing. “Netralitas media adalah pilar fundamental dalam demokrasi yang sehat,’’ tegas Lutfil.
Menurut dia, media massa, baik cetak, elektronik, maupun online, berperan sebagai pengawas kekuasaan dan penyebar informasi kepada publik. Ketika media menjalankan peran ini secara independen dan objektif, maka mereka turut serta dalam menjaga agar proses politik berjalan dengan bersih dan akuntabel,” tambahnya. (bw)