Surabaya, (pawartajatim.com) – Kabupaten Manggarai Timur/Matim dalam satu dua tahun ke depan akan menyetop pengiriman dan penjualan pisang kepok ke Surabaya. Pasalnya, semua pisang kepok yang dihasilkan petani di kabupaten tersebut akan diolah menjadi kriping pisang yang di pusatkan di Borong, ibukota kabupaten tersebut.
“Rencanananya kami akan menyetop penjualan pisang kepok ke Bali dan Surabaya, karena semua pisang kepok yang ada akan menjadi bahan baku untuk produksi kripik pisang kepok di Matim sendiri,” kata Fransiskus Petrus Sinta, SP,MMA, Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM Matim saat dikonfirmasi di kantornya, Selasa (12/10).
Frans Malas, panggilan akrab Fransiskus Petrus Sinta, mengatakan, penjualan pisang ke Bali dan Surabaya selama ini relatif tinggi. Setiap minggu rata-rata 5 – 6 truk mengangkut pisang kepok dan setiap truk rata-rata memuat 1.000 tandan. Berarti setiap minggu Matim menjual pisang kepok ke Bali dan Surabaya sebanyak 6.000 tandan dan sebulan sekitar 200.000 hingga 240.000 tandan.
Kebijakan ini juga diambil karena harga jualnya relatif rendah sebesar Rp 35.000 per tandan. “Jika dijual segitu rakyat kami khusus petani pisang rugi,” tegasnya. Menurut Frans, dari tahun ke tahun produksi pisang di kabupaten Matim terus meningkat.
“Karena produksi yang terus meningkat inilah mendorong kita untuk membuat kripik pisang sendiri di sini,” tegasnya. Seorang sopir truk ekspedisi yang membawa pisang dari Matim beberapa waktu lalu ke Surabaya mengatakan dia membeli pisang langsung di kebun petani dengan harga Rp 20.000 per tandan.
Dan sekali angkut dengan truk ekspedisi sekitar 1.000 tandan dan bisa dijual di Surabaya dan Bali dengan harga lebih tinggi. “Sekali bawa 1.000 tandan dan saya bisa mendapat keuntungan sekitar Rp 7 juta sekali jalan,” ujar seorang sopir yang tak mau menyebut jati dirinya.
Menurut pengakuannya, saat berangkat dari Surabaya ke Flores biasanya muatannya cukup banyak namun ketika pulang dari sana terkadang sulit mendapat muatan. Biasanya para sopir ini mencari muatan seperti pisang atau kelapa dan berbagai hasil bumi seperti kemiri, cengkeh, kopi, bawang merah dan berbagai hasil pertanian.
Menurut salah seorang sopir truk yang lain, pisang yang dibawa dari Flores itu biasanya belum matang betul karena takut busuk di jalan. Dan untuk mengatasi kebusukan itu, biasanya selama perjalanan selalu disirami air dingin agar jangan cepat masak dan busuk.
“Kita rugi dong kalau sampe di Surabaya pisangnya busuk,” tegasnya. Dari pengamatan di lapangan, sebagian pisang kepok yang dijual di pasar-pasar tradisional di Surabaya seperti Pasar Wonokromo, Pasar Pucang, Pasar Manyar dan pasar lainnya, adalah pisang dari Flores.
Rony, salah seorang penjual pisang kepok di Pasar Wonokromo mengaku pihaknya sering menjual pisang dari Flores. Tetapi pisangnya tidak terlalu besar seperti pisang dari Kalimantan atau dari sejumlah daerah di Jatim.
“Tetapi pisang dari Flores itu biar kecil namun isinya merah sedikit kuning dan rasanya enak dan gurih dan tidak ada rasa asam seperti pisang yang besar-besar itu,” ujarnya. (yosef sintar)