Surabaya, (pawartajatim.com) – Sejak berdirinya Lembaga Penjamin Simpanan/LPS tahun 2004 yang menjamin uang nasabah yang disimpan di bank, masyarakat mulai nyaman menyimpan dananya di bank. Baik bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat/BPR.
Kepercayaan masyarakat ini menjadi penting untuk menjamin stabilitas sistem keuangan untuk kemandirian pemerintahan dalam satu negara. Karena itu, lewat Undang-undang/UU No 24 Tahun 2004 tentang LPS yang mulai beroperasi pada 22 September 2005, secara perlahan mulai menumbuhkan trust/kepercayaan masyarakat terhadap bank.
Sebagai catatan, sejak LPS beroperasi hingga pertengahan 2023, lembaga ini telah membayar klaim penjaminan simpanan atas nasabah bank yang dilikuidasi sebesar Rp 1,75 triliun. Pemerintah pernah mendapat pelajaran berharga karena ada gejolak ekonomi 1998.
Yakni, saat krisis moneter di Indonesia 1998 mengakibatkan 16 bank dilikuidasi sehingga masyarakat saat itu tidak lagi percaya kepada bank. Karena itu, kehadiran LPS tidak lagi membuat nasabah was-was untuk menyimpan uangnya di bank.
Karena LPS menjamin sebuah bank yang menjadi anggotanya apabila dikemudian hari mempunyai masalah atau ditutup, maka penyelamat uang nasabah itu akan mengganti hingga Rp 2 miliar.
Sebab, LPS selain menjamin simpanan nasabah juga turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya. Karena dalam tugasnya, lembaga ini ikut merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian terhadap ‘Bank Gagal’ yang tidak berdampak sistemik.
Setelah dianggap berhasil, yang membuat pemerintah mulai kesengsem dengan LPS. Karena itu, kini ada tambahan tugas berat yang lebih luas lagi untuk LPS. Pemerintah, menerbitkan UU No 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menguatkan aspek kelembagaan dari otoritas pengawasan keuangan.
Keberadaan UU P2SK memperkuat arah koordinasi antar otoritas yang terlibat di dalam sektor keuangan yang yaitu Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LPS yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
UU P2SK akan menjadi salah satu tonggak reformasi sektor keuangan di Indonesia. Ini akan menjawab beberapa hal yang selama ini masih menjadi tantangan bagi sektor keuangan di Indonesia.
Seperti masalah literasi keuangan, ketimpangan akses keuangan, perlindungan investor dan konsumen, serta kebutuhan atas penguatan kerangka koordinasi penanganan stabilitas sistem keuangan.
Keberadaan UU P2SK dinilai memiliki urgensi yang tinggi untuk segera dapat diimplementasikan. Melihat hal itu, Pengamat Perbankan dari Universitas Hayam Wuruk (UHW) Prof Drs Ec Abdul Mongid, MA, P.hD, mengacungi jempol LPS.
Sebab, dimata Guru Besar UHW khususnya bidang Banking Management ini, LPS dianggap memberi keyakinan kepada public. Karena saat ini tidak lagi ada bank yang bermasalah. Kalaupun ada, LPS tampil sebagai juru selamat uang nasabah.
”Karena uang nasabah yang disimpan pada bank yang bermasalah akan dikembalikan hingga Rp 2 miliar,’’ kata Mongid, kepada pawartajatim.com, Senin (28/8). Mongid, yang juga Guru Besar di Universitas Hayam Wuruk (UHW) Surabaya menilai eksistensi LPS dalam kaitan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Intinya, kehadiran LPS dinilai Mongid, dapat menjamin stabilitas dan sistem perekonomian di Indonesia. Terkait rencana pembentukan cabang LPS di sejumlah kota besar di Indonesia sesuai kehadiran UU P2SK, sang guru besar ini menilai tidak terlalu urgen.
Hanya saja, peran LPS harus diperkuat dengan melakukan hal baru. Misalnya, pengawasan marketing bank dan asuransi di daerah. Kalaupun pembentukan kantor cabang LPS harus tetap ada, Guru Besar dari UHW yang akrab dengan wartawan ini menyarankan jangan terlalu besar.
‘’Kantor cabang ini kan kepanjangan tangan LPS yang berfungsi sebagai ‘Market Intelijen’ untuk menginformasikan adanya praktek bak dan perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan.
Misalnya, ada bank dan perusahaan asuransi yang memberi bunga tinggi yang melebihi ketentuan. Juga memberikan promosi yang ujung-ujungnya berlebel pemberi harapan palsu/PHP. Demikian juga adanya asuransi gelap yang tidak boleh menambah nasabah tetapi nekat tetap menambah nasabah.
‘’Terhadap bank dan asuransi yang demikian hati-hati saja. Karena saat ini ada market intelijen yang mengawasi perasional bank dan perusahaan asuransi bila UU P2SK mulai berlaku,’’ kilahnya.
Pertanyakan UU No 10/1998
Sedangkan pakar hukum dari Unsuri Surabaya, Dr Rohman Hakim, SH., MH., S.Sos., MM, menilai keberadaan LPS sangat membantu masyarakat dalam menyimpan uangnya di bank. Apalagi, Rohman, yang menjabat Kaprodi S2 Fakultas Hukum Unsuri Surabaya ini, menegaskan LPS menjamin dana nasabah yang disimpan di bank hingga Rp 2 miliar apabila bank ada masalah.
‘’Ini sangat menyenangkan hati nasabah,’’ ujarnya. Hanya saja, Dr Rohman Hakim, SH., MH., S.Sos., yang juga menjabat Ketua Umum Yuristen Legal Indonesia/YLI ini mempertanyakan UU No 10/1998 perubahan atas UU no 7/1992 tentang Perbankan.
Terutama pasal 40 UU 10/1998 yang berbunyi: Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A. Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.
Penegasan tersebut ditekankan kembali oleh Bank Indonesia dalam Pasal 2 ayat (1) PBI 2/2000 yang menyatakan: Bank wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanan Nasabah.
‘’Pasal 40 UU 10/1998 ini yang menghambat tugas polisi apabila uang nasabah dibobol penjahat. Polisi tidak bisa memproses pembobolan uang nasabah, karena tidak bisa menerobos UU kerahasiaan nasabah di bank. Kalau menyangkut angka, polisi tidak bisa menembus,’’ kilahnya.
Dalam kasus kode akses yang dilaporkan nasabah, kata dia, proses hukum yang dilakukan polisi selalu terbentur pada UU kerahasiaan nasabah. Bahkan, PPATK pun hanya bisa mengintip, tetapi menyangkut kerahasiaan bank Kembali kepada banknya. Kecuali bila bank-nya bermasalah.
‘Apalabila LPS bisa menembus kerahasiaan bank, saya pikir kasus-kasus yang menyangkut pembobolan uang nasabah, bisa diproses polisi dengan cepat. Ini perlu adanya revisi UU yang memperbolehkan LPS ikut campur dalam UU kerahasiaan bank apabila diperlukan polisi.
‘’Karena ini menyangkut pembobolan dana nasabah di bank,’’ kata Rohman, yang akrab disapa Ipunk ini. (bambang wiliarto)