KUHAP 2025, Bukti Negara Hadir untuk Lanjut Usia dan Penyandang Disabilitas

Oleh : Rani Deviany (Mahasiswa Magister Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Negeri Surabaya)

Kehadiran Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 2025, membawa perubahan yang positif dan signifikan. Saat semua orang perhatiannya tertuju pada pasal zina dan kumpul kebo,  di Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional, terdapat satu perubahan pasal yang berjalan hampir tanpa sorotan. Yaitu, tentang perlindungan kelompok rentan.

Padahal, ini menjadi bagian paling manusiawi dari seluruh paket reformasi hukum 2026: KUHAP baru tersebut akhirnya melihat kelompok rentan sebagai manusia, bukan nomor tahanan seperti selama ini.

KUHAP 1981, ternyata benar-benar buta warna, di dalam 600-an pasalnya. Tidak ada satu pun kata khusus untuk lansia, penyandang disabilitas, atau anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Akibatnya, masyarakat sering mendengar cerita tragis.

Contohnya, seorang nenek berusia 70 tahun tidur beralas tikar di sel tahanan yang over kapasitas. Lalu seorang tuna rungu wicara dipaksa tanda tangan Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) tanpa penerjemah, kemudian anak berumur 15 tahun korban pemerkosaan malah ditahan karena ‘melawan’ saat diserang.

Sistem hukum tersebut tak hanya tak adil, tetapi juga kejam. Kehadiran KUHAP baru diharapkan mampu mengubah semua itu secara radikal. Terutama melalui tiga kluster pasal yang menjadi harapan baru.

Didalam pasal 99 & 10, seorang lansia (di atas 70 tahun) mendapat prioritas perawatan kesehatan, penahanan dipersingkat otomatis dan boleh ditahan di rumah atau rumah sakit, bukan rutan biasa. Kemudian dalam pasal 137–139 & 200, penyandang disabilitas wajib didampingi ahli, juru bahasa isyarat/penerjemah braille.

Ruang pemeriksaan harus aksesibel, dan larangan tegas terhadap segala bentuk penyiksaan atau perlakuan merendahkan. Pasal khusus anak, proses diversi wajib diutamakan. Penahanan hanya boleh jadi opsi (pilihan) terakhir. Anak korban wajib dapat pendamping psikolog sejak menit pertama.

Ini bukan tambal sulam hukum, tetapi sebuah lompatan besar

Untuk pertama kalinya dalam sejarah hukum pidana Indonesia, negara mengakui bahwa tidak semua orang bisa diperlakukan sama di depan hukum. Karena mereka memang tidak sama secara fisik dan psikis. Yang kuat harus dilindungi, tetapi mereka yang lemah harus dilindungi lebih.

Penulis melihat hal ini sebagai kemenangan nurani bangsa

Di negara yang penduduk disabilitasnya mencapai hampir 30 juta jiwa, di negara yang tiap tahun ribuan anak jadi korban kekerasan seksual. Kemudian di Indonesia, negara yang lansia nya semakin banyak. Akhirnya hukum tidak lagi jadi palu yang menghantam semua kepala dengan kekuatan sama.

Hukum mulai punya hati. Tentu saja, ini belum sempurna.

Pasal-pasal indah ini akan jadi omong kosong kalau tidak ada anggaran:  berapa banyak Polres yang mempunyai juru bahasa isyarat yang siap 24 jam? Berapa rutan yang aksesibel kursi roda? Berapa jaksa yang sudah dilatih trauma-informed interview untuk anak?

Tanpa pelatihan yang masif dan dana khusus yang cukup, pasal-pasal ini hanya akan jadi pajangan semata.

Tapi setidaknya sekarang ada landasan hukum yang jelas.

Sekarang pengacara, keluarga, atau LSM bisa menuntut hak-hak ini di pengadilan. Sekarang hakim bisa membatalkan penahanan kalau syarat akomodasi tidak dipenuhi.

Sekarang mulai ada harapan.

Jadi, di tengah semua kekhawatiran tentang KUHP dan KUHAP yang ‘mundur’, izinkan penulis merayakan satu langkah maju yang sangat nyata ini. Mulai 2 Januari 2026, seorang nenek tua tidak akan lagi mati kelaparan di sel tahanan karena tak ada yang mengerti dia butuh popok dewasa.

Seorang tuna netra tak akan lagi dipaksa tanda tangan berita acara yang tak pernah dia baca. Seorang anak korban tak akan lagi duduk sendirian di ruang interogasi yang dingin. Ketentuan tersebut bukan hanya pasal semata. Tetapi Itu harga diri bangsa yang mulai pulih.

Masyarakat seyogyanya mengawal implementasinya mati-matian, supaya janji dikertas ini jadi kenyataan di lapangan. Karena kalau kelompok paling rentan sudah dilindungi. Berarti semua orang tanpa terkecuali sedang bergerak menuju Indonesia yang lebih beradab. (*)