Kisah Chef Suhadi, Selalu ada Review Interaksi dengan Tamu Hotel

Surabaya, (pawartajatim.com) – Mengembangkan budaya komunikasi interaksi ala Executive Chef Hotel Grand Inna Tunjungan Chef Suhadi. Dia memang anak desa yang terlahir dan besar di sekitar ujung barat Jawa Timur/Jatim. Tepatnya di Kabupaten Magetan. Namun, lelaki ini memiliki wawasan luas dan jiwa kepemimpinan yang cerdas.

Suhadi kecil lahir di Magetan 19 Mei 1978. Seperti lazimnya anak-anak, ia menjalani pendidikan mulai SD, SMP hingga SMK jurusan elektronika di Magetan yang terkenal dengan tempat wisata Telaga Sarangan.

Setelah lulus sekolah, Suhadi bekerja di Pabrik kertas sebagai teknisi, namun karena krisis moneter yang melanda tanah air. Pada 1998, dia diistirahatkan oleh managemen pabriknya tempatnya bekerja saat itu.

Kemudian dia memilih melanjutkan sekolah di BPLP Semarang, terus berlayar ikut kapal kargo sebagai juru mudi kapal, yang melayani rute Asia. Setelah empat tahun berlayar, dia turun dari kapal, dan memilih free selama 6 bulan.

Waktu terus berjalan. Hingga suatu saat dia ketemu temannya yang berprofesi seorang Chef dan ditawari untuk mencoba terjun bekerja di dunia kuliner dan terus kecanduan bekerja di dunia kuliner sampai sekarang.

“Profesi chef itu asyik, imaginasi kita bisa berkembang ,tidak stagnan,” kata Executive Chef Hotel Grand Inna Tunjungan Surabaya, Minggu (27/10/2024). Karir pertama dijalani di sebuah restoran di Semarang, Executive chef nya seorang expert asal Taiwan. Suhadi menjabat sebagai Cook Helper  yang menangani pembuatan BBQ.

Dua setengah tahun kemudian, Chef Suhadi, pindah ke Surabaya dan bekerja restoran sebagai Chef BBQ. Sementara, ada Cook Helper lain yang bertanggung jawab atas pembuatan dimsum, ahok, potong, goreng dan memasak.

Setelah satu tahun, kemudian pindah properti, belajar menggoreng dan memasak dari seorang Chef asal Malaysia. Dua tahun kemudian pindah ke suatu hotel di Kota Balikpapan. Di sana menjabat sebagai Chef Banquet yang memiliki kapasitas ruangan sebanyak 12.000 orang, Dan di sana dilakoni selama 1,5 tahun lamanya.

Tak lama kemudian pindah ke hotel lain dan menjabat sebagai Head Chef. Selama di sana dia pernah mendapat tugas mempersiapkan pre opening di berbagai hotel, dengan jabatan sebagai seorang Sous Chef.

Chef Suhadi (tengah) sedang melayani artis legendaris Ita Purnamasari (kanan) dan suaminya Dwiki Dharmawan (kiri). (foto/ist)

Karirnya terus bergerak, dan menjabat sebagai Executive Sous Chef di salah satu hotel di Kota Batu. Disana dia berhasil mendirikan restoran Chinese dan restoran Western yang terkenal hingga sekarang.

“Keinginan saya untuk belajar tidak pernah berhenti, saya pernah belajar dari orang Hongkong,  Taiwan, Malaysia, dan Perancis, dan Sifu Belong adalah salah satu mentor saya,” jelas lelaki penyuka iga bakar ini.

Setelah kembali ke Surabaya, Suhadi, berhasil memegang jabatan Executive Chef selama tiga kali di hotel yang berbeda. “Executive Chef harus bisa berpikir tentang segment market dan taste daerah makanan di tempatnya bekerja,” ungkap Chef yang kurang menyukai nasi goreng, karena sering mengalami sariawan setelah mengkonsumsinya.

Sebagai insan yang religius, Chef Suhadi mengamini bahwa tangan setiap orang berbeda. Jadi apabila dia menugaskan lima chef bawahan untuk membuat menu mie goreng, hasilnya masih ada yang berbeda. Walaupun, bahan, bumbu, ingrident, method dan alat yang digunakan sama.

Hal ini karena ada hal teknis yang berbeda. Seperti timer panas api karena berpengaruh kepada aroma yang dihasilkan. Selain itu, faktor non teknis seperti kondisi tubuh dan mood seorang chef juga menjadi faktor yang tak kalah penting.

Karena itu menjadi tugas Chef Suhadi, untuk  memastikan taste dan presentasi masakan yang dibuat oleh chef bawahan tidak jauh dari SOP. Training knowledge, training cooking selalu dilakukan oleh Chef Suhadi kepada chef bawahannya setiap minggu.

Apabila rasa suntuk datang, maka Chef Suhadi memilih untuk berhenti memasak, kemudian ngopi dan merokok. Baginya sebatang rokok dan secangkir kopi mampu menghalau perasaan gundah yang menerjang.

Menurut Chef yang memiliki hobby traveling dan olahraga sepak bola, serta pernah menjadi striker di tingkat kabupaten ini,  bahwa masakan  yang tingkat kesulitannya tinggi adalah Chinese food, karena rasanya otentik.

Penyuka lagu Iwan Fals dan Dewa 19 ini kerap merasa bangga menjalani profesi sebagai seorang chef, karena profesi chef memegang peranan penting dalam menentukan menu signature di hotel. Hampir semua hotel yang ditawarkan adalah fasilitas kamar dan layanan kuliner.

Ada sekitar tujuh puluh menu yang telah direalease, oleh Cheff Suhadi. Dan yang paling disukai oleh tamu dan pengunjung adalah iga bakar, dan mexsican wagyu. Banyak tokoh penting  baik pejabat publik, maupun artis yang pernah merasakan nikmatnya menu masakan buatan Chef Suhadi.

Diantaranya, Sri Sultan Yogyakarta Hamengku Buwono X, Anies Baswedan, mantan Kabareskrim Polri Komjen Polisi (Pur) Susno Duadji, artis senior Roy Marten, penyanyi legendaris, Ita Purnamasari dan suaminya Dwiki Dharmawan, Baim Wong dan ibunda Raffi Achmad, Rita dsb.

Beberapa waktu yang lalu pria dua anak ini melayani khusus tamu sebuah keluarga dari India yang long stay di Grand Inna Tunjungan, tempat dia bekerja. Chef Suhadi men-service khusus mereka dengan menu vegetarian yang lezat.

Kemudian Chef Suhadi, melakukan review dari tamu melalui interaksi langsung. Dari sana dia tahu seperti apa keinginan para tamu terkait makanan yang dikonsumsi oleh mereka. Seperti kebanyakan para pemimpin, Chef Suhadi juga ingin memberikan yang terbaik untuk bawahannya dengan mempersiapkan mereka menjadi yang terbaik.

Hal yang menyedihkan adalah gagal menjadikan bawahan sebagai chef yang sukses. Impian terbesar Chef Suhadi adalah menjadi konsultan kuliner seperti yang sudah digeluti selama ini, selain itu juga merangkap sebagai agen sembako yang sukses. (nanang)