Ir Angelus Nainggalas, Perintis Budidaya Tambak Udang di Flores

Ir Angelus Nainggalas. (foto/jos)

Flores, (pawartajatim.com) – Udang sebagai salah satu biota air bukan barang baru bagi masyarakat termasuk masyarakat di Flores. Namun, udang yang mereka kenal dan konsumsi selama ini adalah udang yang ditangkap dari air tawar di sungai dengan berbagai peralatan sederhana.

Mereka belum mengenal sistem budidaya udang modern seperti yang ada di daerah lain di Jawa, Sumatera dan daerah lain di Indonesia. Lokasi untuk membangun tambak udang di Flores sebenarnya cukup banyak dan hampir memenuhi persyaratan untuk sebuah sistem budidaya  udang modern.

Namun, sayang selama ini belum ada yang tertarik ke arah itu. Kalau bicara soal dana saya kira banyak yang punya uang. Sarjana perikanan atau ahli dibidang udang banyak juga. Kendalanya terletak pada minat dan  ketertarikan untuk membangun tambak dengan sistem budidaya udang modern.

Ir Angelus Nainggalas, dapat dijuluki sebagai seorang perintis sistem budidaya udang modern dengan membuka tambak udang di kawasan Gorontalo, Labuanbajo, Kabupaten Manggarai Barat.

Jika dilihat dari segi lokasinya, Gorontalo, memang bagus dan ideal untuk sebuah tambak udang modern. Tetapi untuk memulainya, tentu mengalami banyak tantangan yang tidak kecil. Selain keterbatasan dana, pengoperasi alat berat untuk membuat tambak terpaksa harus didatangkan dari Lampung.

Untuk mendapatkan bibit udang alias benur pun tentu bukan urusan kecil, karena harus didatangkan dari luar Flores. Seperti dari Sumbawa, Propinsi NTB atau Jawa Timur dan daerah lainnya.

Singkatnya tantangan sangat berat untuk memulai sebuah impian sistem budidaya udang modern. Jika tidak ada keberanian dan tekad yang kuat, impian membangun sebuah budidaya udang modern mungkin hanya sebuah impian belaka dan hanya menjadi penghias mimpi di kala tidur malam.

Keberanian dan tekad tentu sambil berdoa dan berharap kepada Tuhan, itulah yang mendorong Angga, panggilan akrab Angelus Nainggalas untuk memulai bisnis  super berat ini. Tahun 2018, menjadi awal alumnus Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor/IPB ini merealisasikan mimpinya.

Dengan berbekal pengetahuan dan ketrampilan serta keahliannya dalam mengolah budidaya udang di Lampung,  Jawa Barat dan Jawa Tengah selama kurang lebih 25 tahun, putera keempat dari delapan bersaudara anak pasangan alm Bapak Donatus Tat dan Mama Martina Nuet, ini mulai mewujudkan mimpinya.

Setelah melihat, mengamati dan menganalisa kondisi alam serta PH air di Lokasi Gorontalo, Pa Angga memutuskan untuk segera mulai.

Aktivitas lewat perusahaan yang diberi nama Angga Farm ini, diawali dengan mendatangkan mantan rekan kerjanya di Lampung untuk menjadi pengoperasi alat berat membangun sejumlah tambak di atas lahan yang masih penuh ditumbuhi pohon bakau.

Dalam waktu tidak terlalu lama, tambak pertama, kedua dan ketiga berhasil dibangun. Kemudian mulai mencari benur untuk segera ditaburkan. Dua bulan setelah ditabur benur udang, musim panen yang ditunggu-tunggu pun datang.

Panen perdana pada Januari 2019 menjadi titik awal yang sangat menggembirakan sebagai hasil dari sebuah jeripayah dan kerja keras. Dalam panen perdana pada Januari 2019 ini, berhasil mendapat 6 ton udang jenis vaname tetapi sempat rugi Rp 400 juta karena banjir.

Enam bulan kemudian yakni pada Juli 2019  berhasil panen lagi atau panen kedua sebanyak 12 ton. Dan tahun 2020 berhasil panen lagi 10 ton. Uang yang diperoleh dari hasil penjualan panen perdana ini dapat menjadi modal untuk bisa berpikir memperluas dan menambah tambak-tambak baru.

Berkat dukungan keluarga, teman-temannya  dan berbagai pihak, tambak-tambak selanjutnya berhasil dibangun hingga saat ini mencapai 14 unit tambak yang terbentang di atas lahan seluas 3.5 hektar.

Berkat kerja keras dan ketekunannya, pria kelahiran Desember 1967 dan hobi musik ini, mulai merasakan nikmatnya hasil udang. Dalam panen dua tahun, yakni 2019 dan 2020, mantan siswa SMAN 1 Ruteng yang sempat mengikuti jambore di Jakarta 1980 ini, berhasil meraup keuntungan total sekitar Rp 1,8 miliar.

“Keuntungan bersih sekitar Rp 700 juta setelah dipotong untuk berbagai biaya lain seperti membeli benur, memberi gaji 4 orang karyawan dan sebagainya,” ujar pria yang pernah menjadi mayoret drumband saat masih duduk dibangku SMN 1 Ruteng itu saat dikonfirmasi ke lokasi tambaknya, Senin (11/10) pagi.

Tragedi Banjir

Kegembiraan panen selama dua tahun, ternyata tidak berlanjut ke tahun ketiga. Pasalnya,   tahun 2021 menjadi tahun tragedi yang menyakitkan karena diterpa cuaca buruk dan banjir bandang yang memporak-porandakan tambak dan seluruh isinya serta pakan yang sudah tersedia di lokasi.

Kondisi selama pandemi Covid-19 Maret 2020 hingga sekarang pengaruhnya cukup besar. Mobilitas mengambil benur dari Sumbawa, NTB  sedikit terganggu. Demikian juga pergerakan untuk pengoperasional tambak relatif agak terbatas.

“Puji Tuhan semuanya masih bisa berjalan walau tidak maksimal dan tidak berhenti total,” ujar mantan siswa SD Ruteng 5 dan siswa SMP Seminari Pius XII, Kisol, di Manggarai Timur ini. Pria yang saat SMA aktif pada kegiatan pramuka itu, merinci sistem pengoperasian tambak secara detail.

Menurut dia, satu petak tambak bisa diisi 150.000 ekor benih udang. Jumlah petak hingga sekarang 14  unit, berarti kapasitasnya bisa mencapai 1.650.000 ekor hingga 2.100.000 ekor benih jika semua terisi.

“Selama ini yang terisi hanya 3 sampai 4 petak dengan total per petak 100.000 ekor benih karena terkendala di pembiayaan,” ujarnya mengungkapkan salah satu kendala paling besar yang dialaminya.

Dia mengakui, hingga sekarang total investasi yang ditanamkannya dibudidaya udang Gorontalo mencapai Rp 1,3 miliar. Perjuangan Angga,  membangun dan memperluas budidaya udang juga dipacu potensial pasar udang di Labuanbajo yang sangat tinggi.

Bahkan di seluruh daratan Flores. Dijelaskannya, harga udang per kilogram di tambak rata-rata Rp 65.000 per kilogram. Pasarannya selain di Kota Labuanbajo juga dibawa keluar. Seperti ke Kota Ruteng, Borong, Bajawa, Ende dan daerah lainnya bahkan ke Kupang dan Bali.

Pembelinya selain warga masyarakat untuk dikonsumsi secara pribadi, juga pemilik hotel dan restoran. Angga, menjelaskan, selain budidaya udang, dia juga sudah mulai berpikir untuk memperluas usahanya dengan budidaya ikan bandeng karena peminat ikan bandeng di Labuanbajo juga tinggi.

“Mulai 2020 lalu, saya mencoba memulai budidaya ikan bandeng tetapi masih dalam skala kecil namun ternyata hasil dan peminatnya cukup tinggi,” ujarnya bangga seraya menambahkan ke depan dia juga akan mengembangkan budidaya ikan nila.

“Mulai 2021 ini, saya akan budidaya ikan nila srikandi dan kakap putih. Ini jarang dilakukan orang dan di Flores belum ada sama sekali,” ujar Angga sambil tersenyum. Berdasarkan  data yang diperoleh, ternyata kebutuhan udang selama seminggu di TPI Labuan Bajo dalam kondisi normal sebanyak 2,5 ton.

“Selama ini udang yang dijual di sini kebanyakan berasal dari Sape dan Bima, NTB serta dari Makassar,” kata Angga yang lulus IPB Bogor tahun 1993 ini. Selain digunakan untuk budidaya udang, lahan tambaknya juga menjadi tempat kuliah lapangan dari para mahasiswa khususnya jurusan perikanan.

“Pada tahun 2019 lalu, mahasiswa  Politeknik Perikanan Kupang praktek di sini. Menyusul tahun 2020 mahasiswa Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang juga Praktek kuliah Lapangan (PKL) di sini,” jelasnya.

Angga menuturkan pihaknya juga  membuka pelatihan secara gratis di lahannya bagi siapapun yang berminat untuk usaha tambak udang. Yang lebih menarik lagi, ternyata lokasi tambak Angga Farm di  Gorontalo ini akhir-akhir ini sudah menjadi terkenal karena telah menjadi salah satu destinasi wisata baik bagi warga setempat maupun turis-turis asing.

Hal ini menjadikan obyek-obyek wisata di Labuanbajo selaku wisata premium  ini, bertambah banyak. “Setiap akhir pekan, Sabtu dan minggu banyak sekali kelompok masyarakat seperti ibu-ibu pengajian, guru-guru, kumpulan arisan, grup sepeda dan kelompok-kelompok lainnya rame-rame datang berekreasi di sini sambil bakar ikan bandeng dan udang dan langsung dinikmati juga rame-rame di sini,” ujar Angga, dengan wajah ceriah. (josef sintar)