Inovatif, Ibu-ibu di Banyuwangi Dilatih Mengolah Nira jadi Gula Semut

Ibu-ibu di Banyuwangi berlatih mengolah nira menjadi gula semut yang bernilai jual tinggi.
Ibu-ibu di Banyuwangi berlatih mengolah nira menjadi gula semut yang bernilai jual tinggi.

Banyuwangi (pawartajatim.com)- Kelompok ibu-ibu di Banyuwangi yang tergabung dalam Perkumpulan Perempuan Wirausaha Indonesia (Perwira) menemukan cara unik mendongkrak harga gula merah. Mereka mengolah nira menjadi gula serbuk. Biasanya lebih dikenal dengan gula semut. Pelatihan membuat gula semut digelar di Desa Rogojampi, Banyuwangi, 14-15 Februari 2023.

Dipilihnya jenis olahan ini bukan tanpa alasan. Selama ini, nira banyak diproduksi di Banyuwangi. Minuman ini menjadi bahan utama pembuatan gula merah. Namun, harga komoditi ini cenderung murah. Bahkan, sering kali jauh dari biaya produksi. Namun, jika diolah menjadi gula semut, harganya bisa berlipat. Jauh lebih mahal.

Proses membuat gula semut sama persis dengan membuat gula biasa. Bedanya, nira yang dipakai harus berkualitas. Jika tidak, gula semut tidak akan jadi. Justru, akan mengental. Prosesi diawali dengan memanaskan air nira selama 1 jam. Dengan pelatih handal pengusaha gula semut, ibu-ibu mengaduk cairan nira. Semakin lama, cairan ini mengental dan mengering. Lalu, diaduk hingga halus. Setelah itu, diayak menggunakan saringan lembut. Gula semut kemudian dijemur hingga kering.

Selain berbahan nira, gula semut bisa menggunakan gula merah jadi. Namun, gula merah ini harus bebas dari bahan kimia. Murni alami. Jika mengandung kimia, gula tidak bisa diproses. Justru akan menjadi lengket ketika dihaluskan. “ Pelatihan ini untuk memanfaatkan potensi lokal yang melimpah menjadi bernilai tinggi,” kata Ketua DPC Perwira Banyuwangi, Ratih Nurhayati.

Pelatihan ini menggandeng Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan KB Kabupaten Banyuwangi. Harapannya, ibu-ibu yang mendapatkan pelatihan bisa melanjutkan produksi di rumah. Apalagi, pasar gula semut ini sangat terbuka lebar. Harganya juga menggiurkan. Jauh dibandingkan gula merah biasa. “ Setelah dilatih, ibu-ibu ini diperbolehkan produksi di rumah. Hasilnya, sudah ada anggota kami yang siap menampung,” tutupnya. (udi)