
Banyuwangi,(pawartajatim.com)- Selain batik, Banyuwangi memiliki warisan budaya tenun. Kerajinan ini dikembangkan Siami (74), warga Desa Jambesari, Kecamatan Giri. Dia bertahan dengan cara pembuatan tradisional.
Kerajinan tenun ini warisan turun temurun. Siami belajar dari ibunya. Wanita lanjut usia ini menekuni tenun sejak tahun 1960-an. “ Saat ini hanya saya yang melanjutkan kerajinan tenun,” kata Siami.
Saat ini, tenunan karya Siami lebih banyak digunakan warga lokal. Sehingga, hanya mengandalkan pesanan. Kain tenun buatannya bermotif kuno. Kain tenun biasanya digunakan suku Osing Banyuwangi ketika kegiatan adat. Kain tenunnya tak terlalu besar. Biasanya hanya untuk gendongan. “Ini untuk gendongan. Biasa juga dipakai seserahan di acara pernikahan,” jelasnya.
Ada lima motif kain tenun gendongan buatan Siami. Yaitu, Keluwung, Solok, Boto, Lumut, dan Gedokan. Tiap lembarnya dibandrol Rp 4 juta. Pembeli juga bisa membawa benang sendiri. Harganya akan lebih murah, hanya Rp2 juta per lembar.
Membuat kain tenun diperlukan kesabaran. Apalagi, masih bertahan dengan cara tradisional. Alat tenun yang dipakai Siami merupakan peninggalan sang ibu. Dia mulai bertenun mulai pukul 08.00 WIB. Satu lembar kain tenun berukuran 300 x 60 cm biasanya butuh waktu hingga sebulan. Lamanya waktu ini dipicu proses pengerjaan yang seluruhnya manual. (udi)










