Surabaya, (pawartajatim.com) – Dunia terasa lebih jujur, ketika karya berbicara lantang tanpa perlu suara. Ketika warna menyampaikan makna yang tak terucapkan. Dan ketika cahaya pada sebuah foto bisa membuat seseorang merasa terlihat.
Dari keyakinan itulah Dafam Pacific Caesar Surabaya, berkolaborasi dengan Disabilitas Berkarya, UPTD Kampung Anak Negeri, dan Melihat Bersama; serta Matanesia sebagai kurator foto, menghadirkan sebuah panggung yang mempadukan fotografi, musik, dan seni rupa menjadi ruang perayaan talenta yang diberi tajuk “Melihat Bersama #SetaraBerkarya.”
Acara ini digelar pada 14 Desember 2025 lalu, di Pacific Sky Hall, Dafam Pacific Caesar Surabaya. Bukan sekadar program, bukan sekadar agenda hotel, melainkan ruang yang diciptakan dengan niat untuk memberikan ruang agar anak-anak disabilitas dapat menunjukkan kemampuan, keberanian, dan imajinasi mereka tanpa batasan apa pun.
Ketika Kamera Menjadi nada
Di sepanjang rangkaian acara, 18 peserta disabilitas dari berbagai daerah di Jawa Timur menampilkan karya fotografi yang mereka buat sendiri. Ada yang masih sangat muda, ada yang menginjak dewasa, namun semua hadir dengan satu kesamaan yakni mereka memotret dunia dari sudut yang tak dimiliki oleh orang lain.
Ada foto yang ceria, ada yang sunyi, ada yang penuh warna, ada yang sederhana. Namun, semuanya memancarkan keaslian. Setiap jepretan adalah kisah tentang keberanian mengambil peran: bahwa mereka tak hanya ingin dilihat, tapi juga ingin dilihat sebagaimana adanya.
“Ketika melihat karya-karya ini, kami seperti diajak untuk memahami ulang arti kata ‘berdaya’. Anak-anak ini berkarya bukan untuk pembuktian, tetapi untuk menyampaikan bahwa kreativitas adalah hak setiap manusia. Kami tidak ingin mereka hanya tampil, namun kami ingin mereka benar-benar hadir,” kata General Manager/GM Dafam Pacific Caesar Surabaya, Hogi Budiarto, di Surabaya Senin (15/12).
Sementara itu, Sales & Marketing Manager Dafam Pacific Caesar Surabaya, Edy Santoso, menambahkan, pihaknya ingin lebih dari sekadar menggelar acara. ‘’Kami ingin membuka ruang. Ruang bagi anak-anak ini untuk hadir, dilihat, dan dihargai. Karya mereka bukan hanya foto; itu adalah pernyataan bahwa kreativitas tidak pernah mengenal syarat apa pun,” ujar Edy.
Tutur yang Dilantunkan dari Gelap
Acara dibuka dengan sangat menyentuh ketika Krisna, Willy dan Rafly, tiga musisi tuna netra, mengisi ruangan dengan suara dan melodi yang hangat. Musik yang mereka mainkan tidak hanya memeriahkan acara, tetapi seakan membuka ruang perenungan. Bahwa meskipun mata tak melihat, mereka mampu membuat orang lain merasakan.
Setiap lagu menjadi pengingat bahwa keterbatasan fisik bukanlah hambatan untuk menciptakan harmoni, baik dalam musik maupun dalam hidup.
Warna yang Berbicara
Disisi lain, dua seniman tuna rungu-wicara, Kiking dan Pina, mempersembahkan live painting yang menyita perhatian. Gerakan tangan mereka lembut namun pasti, seolah setiap goresan kuas adalah bahasa tersendiri.
Tidak ada kata yang diucapkan, namun ada banyak yang tersampaikan. Penonton tidak hanya melihat lukisan; mereka melihat proses, energi, dan dedikasi yang mengalir dalam setiap warna.
Suara yang Akhirnya Didengar
Salah satu momen paling mengharukan terjadi saat perwakilan peserta bernama Sophie naik ke panggung untuk memberikan speech dalam Bahasa Inggris. Dengan kepercayaan diri dan penuh keberanian,
Ia membagikan pengalaman berkarya sebagai seorang anak dengan disabilitas tentang tantangan, tentang mimpi, dan tentang betapa berharganya kesempatan untuk diakui. Setelah itu, Sophie menyampaikan pesan yang memperkuat komitmen inklusivitas.

Bahwa kesempatan seperti ini harus terus diberikan, bahwa talenta harus selalu diberi tempat, dan bahwa dunia baru dapat benar-benar adil ketika setiap suara, baik yang lantang maupun yang pelan—mendapat ruang untuk didengarkan.
Pada kesempatan ini, juga derahkan sebuah hasil karyanya berupa potret Ibunya sebagai wujud terima kasih dalam rangka Hari Ibu. Peran Ibu tentunya juga tidak dapat dipisahkan dari berbagai talenta yang Sophie miliki saat ini.
Cerita yang Akhirnya Terlihat
Salah satu momen paling menyentuh terjadi ketika Aqsa, seorang peserta lomba fotografi tuna rungu-wicara maju ke depan panggung, berdiri di samping foto yang ia ambil sendiri. Dengan bahasa isyarat sebagai suaranya, ia mulai bercerita tentang bagaimana ia memotret bukan sekadar dengan mata, tetapi dengan perasaan yang jarang diungkapkan.
Dalam gerakan tangannya yang tenang namun penuh makna, Aqsa membagikan pengalaman berkarya sebagai anak dengan disabilitas, tentang tantangan membaca dunia dalam keheningan, tentang mimpinya untuk dilihat bukan karena keterbatasan, namun karena karyanya, dan tentang betapa berharganya kesempatan untuk diakui setara.
Di akhir ceritanya, Aqsa menyampaikan pesan kuat yang menggema jauh melampaui panggung, bahwa ruang seperti ini harus terus ada, bahwa setiap talenta layak diberi tempat untuk bersinar, dan bahwa dunia baru benar-benar adil ketika bukan hanya suara.
Tetapi juga cerita, baik yang terdengar maupun yang hanya dapat dirasakan, serta mendapat ruang untuk dihargai. Melalui “Melihat Bersama #SetaraBerkarya”, Dafam Pacific Caesar Surabaya ingin memastikan bahwa perayaan Hari Disabilitas Internasional tidak berhenti pada simbol, slogan, atau seremonial belaka.
Acara ini adalah upaya untuk menghadirkan perubahan nyata: menciptakan panggung, memberikan lampu sorot, dan membuka pintu bagi anak-anak disabilitas untuk berkarya dan dilihat dunia.
Kolaborasi dengan Disabilitas Berkarya, UPTD Kampung Anak Negeri, dan Melihat Bersama menjadikan acara ini bukan hanya milik satu pihak, tetapi milik seluruh komunitas yang ingin mendorong inklusivitas dan kesetaraan.
“Setiap anak membawa dunia dalam dirinya. Tugas kita adalah memastikan dunia itu punya ruang untuk bertumbuh,” tutup Hogi Budiarto. (nanang)











