Surabaya, (pawartajatim.com) – Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) melalui Shelter Rumah Hati menggelar pementasan teater berjudul ‘Hikayat Selembar Tubuh’ yang digelar di Ruang Serbaguna Fakultas Psikologi Ubaya, Jumat (17/3). Pementasan ini sebagai sarana rehabilitasi anak atau biasa disebut psikodrama.

Pendiri Shelter Rumah Hati, Prof Yusti Probowati Rahayu, mengatakan, pementasan teater yang mendapat pendanaan dari Korea Hope Foundation ini sebagai terapi yang bertujuan untuk rehabilitasi. Ada sejumlah poin yang ingin dicapai, seperti tentang tanggung jawab.

“Ini adalah alat untuk mendidik mereka agar bisa bertanggung jawab. Ketika menceritakan peristiwa yang menurut mereka aib, hal itu sebagai latihan bagi mereka untuk dapat menerima diri sendiri,” kata Prof Yusti.

Dalam penggarapan naskah, anak-anak dibebaskan untuk menentukan naskah sesuai kesediaan bercerita. Pelatih hanya menyempurnakan apa yang didapat dari anak-anak tersebut. Tentu saja, di situ ada yang berani terbuka dan tidak.

Pementasan lima anak binaan Rumah Hati. (foto/red)

Yusti mengungkapkan, setidaknya persiapan pementasan tersebut dilakukan selama empat bulan bersama sutradara Achmad Zainuri. Mereka dilatih untuk menghafalkan naskah, olah vokal, kerja sama dalam tim hingga kedisiplinan.

Disisi lain, teater ini diharapkan dapat menghapus stigma masyarakat tentang anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH). “Anak-anak bisa salah karena lingkungannya juga. Ketika mereka diberikan lingkungan yang baik, pasti mereka juga jadi baik. Melalui drama ini, semoga mereka bisa kembali ke masyarakat dan diterima dengan baik,” jelasnya.

Pada pementasan berdurasi 1 jam 20 menit ini, naskah diperankan lima anak binaan Rumah Hati. Mereka berusia kisaran 13-16 tahun yang merupakan anak berhadapan dengan hukum (ABH). Adapun penokohan dalam naskah tersebut, yakni menceritakan kehidupan lima anak.

Mereka adalah Linggar, Gatan, Charly, Ilham, dan Jian. Mereka membawa masalah kerumitan hidupnya masing-masing. Gatan dengan kasus kriminalnya, sehingga menyulitkan lingkaran keluarganya.

Linggar dan Ilham yang membeli barang curian dan dituduh oleh pihak yang berwajib sebagai penadah. Sedangkan, Charly mengambil uang di kotak amal. Lima anak tersebut merepresentasikan kisah nyata mereka yang pernah melakukan pelanggaran hukum, menentang orang tua, dan sebagainya. (red)