Surabaya, (pawartajatim.com) – Indonesia wajib optimis di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global. Sepanjang 2022, ekonomi nasional tumbuh 5,31 persen. Dari pertumbuhan itu, industri jasa keuangan menjadi salah satu penyumbang terbesar untuk meredam tekanan tersebut.
Industri jasa keuangan mampu menunjukkan kinerja positif dan berkontribusi besar, dimana perbankan memiliki permodalan kuat dan likuiditas yang ample di tengah tekanan eksternal tersebut.
‘’Nilai tukar juga menunjukkan perbaikan, situasi ini membuat perbankan kita masih dalam kondisi yang sangat memadai untuk melakukan ekspansi kredit sembari serta menjaga permodalan dari ketidakpastian global,” kata Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan/LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, ketika berbicara dalam Seminar Global Economy Update, yang digelar di Surabaya pada Rabu (22/2).
Adapun, penyaluran kredit tumbuh sebesar 10,53 persen (YoY) pada Januari 2023. Sementara DPK tumbuh sekitar 8,03 persen (YoY) pada periode yang sama. Level permodalan bank secara nasional juga sangat tebal, dan berada di angka 25,68 persen per Desember 2022.
Kemudian, Alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/dana pihak ketiga (AL/DPK) dan per Desember 2022 masing-masing sebesar 137,67 persen dan 31,20 persen. Purbaya, menjelaskan, mengenai perubahan yang cukup signifikan bagi LPS pada UU PPSK, yaitu adanya amanat baru untuk menjalankan program penjaminan polis (PPP).
Nantinya, penyelenggaraan ini bertujuan untuk melindungi pemegang polis yang ada di Indonesia. “Peserta akan memiliki kewajiban untuk membayar iuran awal dan iuran berkala seperti yang telah dilakukan pada industri perbankan. Besaran premi akan diatur dalam PP yang nantinya akan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan DPR,” ujarnya.

Purbaya, menambahkan, ekonomi Indonesia yang masih tumbuh positif di tengah penurunan kinerja ekonomi yang dialami oleh banyak negara adalah sebuah berkah. Pada kuartal III 2022 misalnya, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,72 persen secara tahunan.
Lembaga-lembaga internasional pun memprediksi ekonomi Indonesia dapat tumbuh hingga 5,1 persen sampai 5,3 persen di tahun depan. Bahkan, perwakilan International Monetary Fund (IMF) untuk Indonesia memprediksi bahwa Indonesia akan memenuhi target penurunan inflasi pada angka 3 persen untuk tahun 2023 di tengah ancaman resesi dan perlambatan ekonomi global.
Kinerja dan prediksi positif itu tentunya tak bisa dilepaskan dari sejumlah sektor ekonomi pendukung yang dimiliki Indonesia. Purbaya menjelaskan, bahwa konsumsi domestik yang besar telah meredam dampak guncangan ekonomi global terhadap perekonomian nasional.
Konsumsi domestik sendiri berkontribusi sebesar 50,38 persen dari total PDB Indonesia. Indeks Penjualan Ritel dan Production Manufacturing Index (PMI) juga tercatat berada pada level ekspansif.
Anggota Komisi XI Indah Kurnia, yang juga menjadi pembicara menyampaikan mengenai dukungan dari para Anggota Komisi XI DPR RI untuk terus mendukung pemulihan ekonomi nasional, selain juga ia kembali menekankan mengenai peningkatan literasi keuangan di masyarakat.
“Kami dari DPR akan terus mendukung pemulihan ekonomi nasional, salah satu pilar KSSK yang sangat penting adalah LPS, yang di masa pandemi kemarin DPR rapat marathon dengan KSSK, dan fokus kami pertama-tama yang harus kami selamatkan adalah masyarakat yang paling terdampak. Kemudian, literasi keuangan masyarakat juga harus kita tingkatkan, sebab melindungi masyarakat dari berbagai tawaran investasi fiktif adalah tugas besar kita bersama,” jelasnya.
Sementara, Wakil Gubernur Jawa Timur/Jatim, Emil Dardak, menyampaikan paparan bagaimana Provinsi Jawa Timur yang dengan cepat melakukan pemulihan ekonomi dari yang awalnya terkontraksi namun akhirnya mampu menunjukkan peningkatan, serta menjadi penyumbang seperenam dari PDB nasional
“Dari terkontraksi di angka minus 2,33 persen pada tahun 2020, sekarang mampu tumbuh sebesar 5,34 persen pada tahun 2022 dan tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,21 persen,” ujarnya.
Seminar Global Economy Update, dihadiri para pemangku kebijakan, kalangan perbankan nasional, asosiasi perbankan, akademisi dari Universitas Airlangga dan beberapa Universitas lainnya di Jawa Timur/Jatim, serta masyarakat umum dari berbagai kalangan. (bw)