Surabaya, (pawartajatim.com) – Inilah bukti kesungguhan Lembaga Penjamin Simpanan/LPS. Empat tahun terakhir, pembayaran klaim nasabah bank yang izinnya dicabut Otoritas Jasa Keuangan/OJK sangat cepat.

Pada 2021 tim LPS yang diturunkan menangani dana nasabah di BPR yang dilikuidasi baru dilakukan pembayaran klaimnya 14 hari kerja. Kemudian 2022 semakin cepat 12 hari. Tahun 2023 lebih cepat lagi menjadi 9 hari kerja.

‘’Tahun ini, saya dapat laporan LPS melakukan pembayaran klaim hanya lima hari kerja,’’ kata Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank, Didik Madiyono, di Acara Temu Media, di Surabaya, Senin (13/5/2024).

Menurut dia, kecepatan LPS dalam menangani bank/BPR yang dilikuidasi OJK ini karena SCV dari bank yang dicabutnya izinnya itu tidak ada masalah. Dan ini dipastikan membuat ketenangan nasabah yang menyimpan dananya di bank tersebut.

‘’Bahkan, di luar negeri hari Jum’at ada bank yang dicabutnya izinnya hari Seninnya sudah dilakukan pembayaran klaim. LPS akan menerapkan kecepatan pembayaran dana nasabah seperti itu,’’ ujar Didik yang didampingi Sekretaris LPS, Dimas Yuliharto, serta pejabat LPS lainnya, Daly Rustamblin, Sofyan dan Kaper LPS 2 Surabaya, Bambang S Hidayat.

Dengan kecepatan dalam pembayaran klaim itulah kata dia, menunjukkan LPS terus berupaya dan melakukan inovasi untuk memberikan ketenangan kepada nasabah. Yakni, dengan melakukan  melakukan percepatan proses pembayaran klaim simpanan nasabah, yang bank tempatnya menyimpan uang dicabut izin usahanya.

Langkah cepat ini, menurut dia, dalam rangka memberikan rasa tenang kepada masyarakat khususnya nasabah BPR yang dilikuidasi. Tim LPS bergerak cepat dimana pembayaran klaim sudah mulai dilakukan 5 hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya oleh OJK.

Adapun, berdasarkan data LPS, rata-rata waktu pembayaran klaim dari tahun ke tahun telah menunjukan tren yang positif. Sebagai gambaran, proses pembayaran klaim penjaminan nasabah pada tahun 2021 membutuhkan waktu antara antara 9 sampai dengan 14 hari kerja, namun sekarang pada tahun 2024 menjadi lebih cepat, hanya membutuhkan 5 hari kerja saja.

Di lapangan, kata dia, LPS sering menemui nasabah yang uangnya tertahan cukup lama di BPR yang mengalami kesulitan keuangan. Padahal nasabah BPR tersebut memiliki banyak kebutuhan yang mendesak.

Seperti membayar uang sekolah, lalu bagi nasabah petani memiliki kebutuhan  untuk membeli bibit atau pupuk. ‘’Menyadari hal tersebut, LPS berusaha untuk semaksimal mungkin mempercepat proses pembayaran klaim,” tambahnya.

Berdasarkan data per 8 Mei 2024, LPS telah membayarkan klaim simpanan nasabah sebesar Rp291 miliar milik lebih dari 48.000 rekening nasabah bank yang dilikuidasi. Pembayaran klaim simpanan nasabah tersebut masih terus dilakukan kepada para nasabah dari 11 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang dilikuidasi LPS dalam kurun waktu 1 Januari hingga 30 April 2024.

Terobosan kedua adalah, berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS kini dapat lebih maju ke depan dalam menangani bank sebelum kondisi bank tersebut menjadi lebih buruk.

Melalui undang-undang ini, fungsi LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak hanya sekedar menjadi paybox dan loss minimizer namun telah meningkat menjadi fungsi risk minimizer di mana kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi surveilans dan early involvement.

LPS sekarang memiliki berbagai macam opsi untuk menangani bank sebelum bank tersebut dicabut izin usahanya kemudian dilikuidasi. Opsi tersebut misalnya melakukan penempatan dana pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas atau penjualan bank atau aset-asetnya kepada investor yang berminat.

Hal ini telah dipraktekkan dalam penanganan beberapa BPR yang tengah ditangani LPS atau berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR) misalnya dengan melakukan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank.

“Perubahan ini merupakan tantangan bagi kami untuk meningkatkan kapasitas pegawai LPS yang dilengkapi dengan kemampuan pemasaran dalam rangka penjualan bank atau aset-aset bank. Tentunya hal ini kami lakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik,” jelas Didik.

 Perbankan Jawa Timur Tetap Solid

Walaupun pada awal 2024 ini ada 3 BPR/BPRS di Jawa Timur/Jatim yang tutup, yakni BPR Wijaya Kusuma di Madiun pada tanggal 4 Januari 2024, BPRS Mojo Artho di Mojokerto pada tanggal 26 Januari 2024 dan BPR Pasar Bakti di Sidoarjo pada 16 Februari 2024. Namun, berdasarkan data LPS masih ada 273 BPR/BPRS yang beroperasi di Jawa Timur dan 1562 BPR/BPRS yang beroperasi di seluruh Indonesia.

“Meskipun sudah ada 3 BPR yang tutup, tidak mesti membuat nama BPR secara keseluruhan rusak, karena ada banyak sekali BPR di Jawa Timur dan seluruh Indonesia yang berperan dalam membantu perekonomian masyarakat dengan beragam inovasi produk yang menarik”, ujarnya.

 Penting diketahui, tutupnya BPR/BPRS bukan berarti perekonomian memburuk, namun lebih kepada persoalan minimnya tata kelola. Penutupan BPR/BPRS pun relatif  tidak akan berdampak kepada masyarakat umum secara luas. Khusus para pemegang rekening juga aman karena dijamin oleh LPS.

Kemudian, Didik mengungkapkan, LPS juga terus bersinergi dan melakukan berbagai langkah preventif bersama asosiasi BPR/BPRS dalam hal ini ialah Perbarindo atau Perhimpunan Bank Perekonomian Seluruh Indonesia untuk meningkatkan tata kelola BPR/BPRS melalui berbagai diskusi dan workshop bersama. sehingga penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi. (bw)