Surabaya, (pawartajatim.com) – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional/BKKBN Jawa Timur/Jatim, berupaya mewujudkan prevalensi angka stunting menjadi 14 persen 2024 ini. Karena itu, lembaga ini mengajak seluruh mitra kerja dan stakeholder, untuk bersama-sama, dalam mengejar target penurunan angka stunting, melalui Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Program Bangga Kencana.

Kepala Perwakilan BKKBN Jatim, Maria Ernawati, menjelaskan, pihaknya optimis target 14 persen prevalensi stunting di Jatim dapat terwujud pada 2024 ini, sebagaimana yang diinstruksikan Presiden Joko Widodo.

“Amanat Perpres kan 14 persen di tahun ini, InsyaAllah bisa kalau kita bergerak sama-sama, mengharmoniskan langkah mitra-mitra dalam satu tujuan,” kata Erna, Rabu (3/4/2024).

Sebagai gambaran, tahun 2022 lalu, angka prevalensi stunting di Jatim berada di angka 19,2 persen. Sedangkan 2023 belum dirilis oleh Pemerintah Pusat, namun diharapkan ada penurunan.

“Mudah-mudahan nanti di tahun 2024, 14 persen,” harapnya. Sementara itu, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Pusat, Nopian Andusti, mengatakan, Jatim dinilai sukses dalam menerapkan program Bangga Kencana.

“Jatim menjadi tempat teman-teman dari provinsi lain melihat bagaimana praktiknya, bukan hanya dari satu sisi, tapi terdiri dari beberapa program Bangga Kencana,” katanya. Bangga Kencana adalah Pembangunan Keluarga Kependudukan dan Keluarga Berencana, dan sekaligus penurunan stunting.

Melalui Rakerda ini, merupakan langkah konsolidasi semua stakeholder terkait program Bangga Kencana. Baik melalui evaluasi yang sudah dilakukan, maupun langkah-langkah yang akan dilakukan.

“Baik itu menyangkut program Bangga Kencana maupun terkait masalah percepatan penurunan stunting di masa-masa yang akan datang,” tambahnya. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) no 72 tahun 2021, target penurunan stunting sebesar 14 persen.

Namun terkait masalah stunting ini, kata Nopian, akan ada terus-menerus, sampai diharapkan 0 kasus. Kepala Dinas Kesehatan Jatim, dr. Erwin Astha, mewakili Penjabat Gubernur Jatim, menyampaikan, kerangka pikir penyebab masalah gizi ada 3 hal.

Yakni, pola asuh, akses makanan dan penyakit. Untuk pola asuh bisa bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk melakukan pendampingan, misalnya orangnya mampu tapi makanan, pola asuh diserahkan pada asisten rumah tangga.

Selanjutnya akses makanan, irisan Masyarakat miskin dengan yang mendapatkan bantuan sosial untuk ibu hamil yang miskin tidak sinkron, sehingga perlu ada aplikasi. ‘’Terakhir penyakit, stunting ada TBC. Harus disembuhkan terlebih dahulu, jika penyakit belum diobati maka stunting juga tidak dapat diatasi,” paparnya. (bw)