Surabaya, (pawartajatim.com) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menekankan pentingnya keberadaan Tim Penyuluh Kemitraan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam meningkatkan efektivitas pengawasan kemitraan secara masif hingga ke lapangan. Hal ini guna menjawab kurang luasnya jangkauan KPPU dalam mengatasi persoalan pengawasan kemitraan di seluruh wilayah Indonesia.

Anggota KPPU, Budi Joyo Santoso, mengatakan untuk langkah awal, pembentukan Penyuluh Kemitraan UMKM akan memberdayakan Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta sebagai perguruan tinggi yang pertama.

Dalam beberapa tahun, KPPU akan menjangkau perguruan tinggi lain untuk mencapai target 1.000 Penyuluh Kemitraan UMKM di seluruh Indonesia. Pembentukan ini merupakan implementasi dari MoU KPPU dengan UNS, dan akan dilanjutkan dengan pembelajaran mata kuliah persaingan usaha melalui program Merdeka Belajar Kampus Merdeka.

‘’Dalam waktu dekat, KPPU juga akan bertemu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk memperluas cakupan pemberian mata kuliah persaingan usaha di perguruan tinggi,” ujar Budi, di Surabaya, Minggu (10/3/2024).

Ia menjelaskan, KPPU akan membentuk Tim Pengawasan Kemitraan UMKM bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait. Di antaranya, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Investasi/BKPM, Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

“Tim ini akan bertugas untuk melakukan pengawasan pelaksanaan kemitraan, mulai dari pendataaan kemitraan, evaluasi hingga tindak lanjut jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran kemitraan. Tim bersama ini akan dipimpin langsung oleh KPPU,” ungkap Budi.

Menurut dia, tahun ini, Indonesia menargetkan 11 persen UMKM telah menjalin kemitraan. Namun, baru terealisasi tujuh persen dari jumlah UMKM Indonesia. Dari jumlah tersebut, baru 4,1 persen UMKM yang terhubung dengan rantai pasok global.

“Sehingga, berbagai upaya dilaksanakan pemerintah guna mengakselerasi dan meningkatkan target kemitraan tersebut. Di lain sisi, peningkatan jumlah kemitraan tersebut perlu diimbangi dengan pengawasan pelaksanaan kemitraan yang efektif,” jelasnya.

Sejak 2019, lanjut Budi, KPPU mulai menjalankan tugas pengawasan kemitraan antara UMKM dengan pelaku usaha besar. Tercatat, baru 55 persoalan kemitraan di berbagai wilayah dan sektor yang ditangani oleh KPPU. Sebagian besar masih berkaitan dengan kemitraan inti plasma.

“Masih banyak sembilan jenis kemitraan yang perlu diawasi, dan masih banyak potensi pelanggaran kemitraan yang mungkin terjadi. Dengan sumber daya KPPU yang terbatas, tidak mungkin bagi KPPU untuk menjangkau seluruh model kemitraan yang ada,” katanya.

Untuk mengatasi hal itu, KPPU mencanangkan suatu instrumen baru, yakni Penyuluh Kemitraan UMKM. Penyuluh ini yang akan turun ke lapangan untuk mengedukasi UMKM dalam melaksanakan kemitraannya, khususnya pada aspek legalitas (perjanjian), pelaksanaan perjanjian kemitraan, maupun pelaksanaan perjanjian kemitraan tersebut.

Sekaligus dapat menjembatani pelaku UMKM dengan KPPU dalam melaporkan dugaan pelanggaran kemitraan. Penyuluh Kemitraan ini akan menjadi produk kolaborasi antara KPPU dan Kementerian Koperasi dan UKM, yang melibatkan kalangan perguruan tinggi atau organisasi masyarakat.

‘’Direncanakan, Penyuluh Kemitraan UMKM ini akan ada di seluruh provinsi di Indonesia,” pungkasnya. (red)