Surabaya, (pawartajatim.com) – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) Surabaya mengukuhkan tiga guru besar mitra (Adjunct Professor Inauguration) sekaligus. Gelar Adjunct Professor baru untuk kali pertama kali ini diberikan kepada Prof dr Pancras C. W. Hogendoorn, Prof dr Jan M. M. van Lith, dan Prof dr Wilco C. Peul. Ketiganya merupakan profesor dari Leiden University, Belanda.

“Adjunct Professor Inauguration ini memperkuat hubungan antara FK UNAIR dan Leiden University Belanda yang terjalin sejak tahun 2017. Kami berharap akan terus meningkat ke depannya,” kata Dekan FK Unair, Prof Dr Budi Santoso, dr SpOG Subps FER, ditemui seusai acara di Aula FK Unair, Kamis (11/5).

Dengan kolaborasi ini juga diharapkan dapat meningkatkan rekognisi dan paparan FK Unair pada dunia pendidikan kesehatan di tingkat internasional. Saat ini, Leiden University Belanda masuk dalam jajaran 100 kampus terbaik di dunia.

Selain sebagai kampus tertua di Belanda yang tentunya memiliki sejarah perkembangan pendidikan yang panjang. “Secara emosional, kami juga memiliki kedekatan. FK Unair yang saat ini berusia 100 tahun juga menjadi salah satu kampus tertua di Indonesia. FK Unair yang saat itu masih bernama NIAAS pada tahun 1948 juga dipimpin orang Belanda,” jelas Prof Bus, sapaan akrab Prof Budi Santoso.

Dengan menggandeng tiga Adjunct Professor baru ini, Prof Bus menargetkan peningkatan capaian dari segi kualitas dan kuantitas. Terutama dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan penelitian & pengabdian masyarakat.

Tiga professor ini merupakan pakar dari berbagai departemen. Prof dr Pancras C. W. Hogendoorn adalah seorang pakar ahli jaringan tumor, dan nantinya akan aktif dalam Departemen Patologi Anatomi. Sedangkan, Prof dr Jan M. M. van Lith sebagai pakar di bidang Fetomaternal yang akan bergabung ke Departemen Obstetri & Ginekologi.

Sementara, Prof dr Wilco C. Peul sebagai pakar bedah saraf dan tulang belakang yang akan bergabung dalam Departemen Bedah Saraf. Dilantik menjadi Adjunct Professor, Prof dr Pancras C. W. Hogendoorn optimistis kolaborasi ini akan menguntungkan kedua belah pihak.

FK Unair bisa mempelajari bagaimana para dokter di Leiden University menangani suatu kasus. Disisi lain, dari Leiden University juga bisa memperluas paparan pengetahuan, mengingat kasus-kasus yang berkaitan dengan kesehatan sangat luas di Indonesia.

Misalnya, dalam bidang obstetric dan ginekologi dengan kasus AKI (Angka Kematian Ibu dan Anak) yang disebabkan oleh kanker dan preeklamsi. “Kita akan banyak bertukar pemikiran melalui riset. Sehingga, kami harapkan nanti akan ditemukan solusi untuk menyumbang pemecahan pada permasalahan kesehatan yang ada. Tentu dengan kekuatan masing-masing. Mungkin Belanda dengan teknologinya, di sini dengan banyaknya kasus,” ungkapnya.

Dekan Leiden University ini juga berharap, kolaborasi ini bisa bertahan lama dan diteruskan hingga generasi selanjutnya. “Kami berharap tidak hanya berhenti di kami. Tapi, profesor dan dosen muda di kampus kami bisa melanjutkan hubungan baik ini sehingga terus ada regenerasi,” pungkasnya. (red)