Banyuwangi,(pawartajatim.com)– Kopi menjadi salah satu komoditi andalan Banyuwangi. Terutama, kopi rakyat. Komoditas ini banyak tersebar di Kecamatan Kalibaru. Beragam program digulirkan Pemkab Banyuwangi untuk mendongkrak petani kopi. Salah satunya, Festival Kopi Rakyat “ Kalibaru Kopi Fiesta”.
Dua desa di Kalibaru menjadi sentra kopi. Masing-masing, Desa Kebonrejo dan Desa Kalibaru manis. Keduanya berada di lereng Gunung Raung. Kualitas kopinya tak perlu diragukan. Jenisnya, robusta dan arabika. Menjadi penghasil kopi, di dua des aini banyak bermunculan UMKM pengolah kopi.
” Melalui festival, kami berharap identitas dan brand kopi Banyuwangi semakin kuat. Sehingga peluang petani rakyat mendapatkan pasar juga makin terbuka,” kata Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani disela menghadiri “Kalibaru Kopi Fiesta”, Sabtu (3/8/2024).
Tak sekadar pameran kopi, selama festival, petani diberikan literasi kopi. Narasumber didatangkan dari para ahli kopi. Petani diajari rahasia pengembangan kopi, strategi pemasaran dan peningkatan kualitas kopi. Serta, bagaimana mendongkrak daya saing kopi lokal.
Selain festival, gebrakan lainnya mendongkrak kopi adalah mendaftarkan kopi robusta Banyuwangi ke Kementerian Hukum dan HAM. Kopi ini diberikan brand “Kopi Robusta Java Banyuwangi”. Jika lolos, kopi Banyuwangi akan memiliki indeks geografis (IG) yang menjadi dasar keontetikan.
Kecamatan Kalibaru memiliki lahan kopi terluas nomor dua di Banyuwangi. Luasannya mencapai 3.847 hektar. Mayoritas adalah perkebunan rakyat. Jenisnya didominasi robusta. Kapasitas produksinya mencapai 4.256 ton per tahun. Khusus perkebunan kopi rakyat luasannya mencapai 9.778 hektar. Dari luasan ini, per tahun mampu memproduksi hingga10.600 ton. “ Dengan jumlah produksi kopi rakyat yang cukup besar, jika pemasarannya dimaksimalkan bisa memberikan kesejahteraan bagi petani,” tegas Ipuk.
Pemkab juga mendorong para pemuda mau terjun dalam pengolahan kopi. Hasilnya, banyak komunitas muda yang tertarik. Salah satunya, komunitas pemuda yang mampu menciptakan merek kopi lokal X-Baroe. “Kami tergabung di kelompok tani dengan luasan lahan sekitar 15 hektar. Selain menanam, kami melakukan pemrosesan kopi hingga pemasarannya,” kata Shodiq, salah satu pemuda pengiat kopi. (udi)