Suasana sidang KDRT yang menghadirkan terdakwa dr. Meiti Muljanti di PN Surabaya Kamis (11/9). (foto/ist)

Surabaya, (pawartajatim.com) – Terdakwa dr. Meiti Muljanti yang tersandung dugaan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Tanpa didampingi penasehat hukum (PH) atau pengacara, dr Meiti maju sendiri dalam persidangan.

Walaupun Hakim Ketua Ratna Dianing Wulansari SH MH menyarankan kepada dr Meiti agar didampingi Penasehat Hukum (PH) atau pengacara dalam persidangan. Namun, saran dari majelis hakim ini, justru ditolak dan diabaikan dr Meiti Muljanti, dan menegaskan akan maju sendiri dalam persidangan.

“Saya akan maju sendiri Yang Mulia Majelis Hakim, tanpa pengacara,” ucapnya singkat. Atas keputusan ini, majelis hakim tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan terserah pada dr Meiti saja.

Dan selanjutnya agenda sidang kali ini adalah pembacaan dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Galih Riana Putra SH.

Lalu, Hakim Ketua Ratna Dianing SH memerintahkan Jaksa Galih Riana Putra SH untuk membacakan surat dakwaannya. Silahkah Jaksa membacakan dakwaannya yang pokok-pokoknya saja ya.

Mengingat  antrian sidang pada hari ini masih panjang,” kata majelis hakim dan disetujui oleh Penuntut Umum di ruang Tirta Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (11/9/2025). Dalam surat dakwaannya, Jaksa Galih Riana SH menyebutkan, bahwa dr. Meiti Muljanti pada Februari 2022 sekitar pukul 06.40 WIB bertempat di ruang dapur lantai 1 Perumahan Taman Pondok Indah Blok CY 14, RT 2 / RW 9 Kelurahan Wiyung, Kecamatan Wiyung, dengan sengaja melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga.

Berawal pada Senin (7/2) 2022 sekira pukul 21.00 WIB, dr. Meiti Muljanti datang untuk menjenguk  anaknya yang sedang memasak di dapur. Oleh karena anak dari terdakwa dan saksi sedang sakit.

Lantas saksi korban menasehati terdakwa, dan menyuruhnya untuk tetap tinggal di rumah tersebut untuk menemani anak mereka yang sedang sakit. Sempat terjadi perdebatan sengit antara terdakwa dan saksi korban.

Karena merasa marah dan kesal dengan perkataan dari saksi korban. Kemudian dr. Meiti yang pada saat itu sedang menggoreng makanan, mencipratkan minyak panas ke arah wajah dan tubuh saksi korban.

Dan selanjutnya terdakwa memukul saksi korban dengan menggunakan alat capit yang terdakwa pergunakan untuk menggoreng makanan. Tak ayal lagi, mengenai lengan kiri dan tangan kanan saksi korban.

Lalu terdakwa mencekik leher saksi korban. Berdasarkan hasil pemeriksaan, korban mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pemeriksaan fisik anggota gerak atas, ada luka memar dan berdarah di telunjuk jari tangan kanan.

Selain itu, juga mengalami luka memar dan lecet di sekitar siku lengan kiri. Kesimpulannya, lanjut Jaksa Galih Riana SH, semua luka diduga  diakibatkan karena bersentuhan  dengan benda tumpul  dan diduga akibat  cakaran kuku.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa, dengan memukul saksi korban dengan  menggunakan alat capit yang  terdakwa gunakan untuk menggoreng makanan, saksi korban mengalami luka-luka.

Atas perbuatan terdakwa ini, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 44 ayat (1) dan pasal 44 ayat (4) Undang-Undang  Nomor. 23 Tahun  2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Seusai Jaksa Galih Riana SH membacakan surat dakwaannya dan dirasakan sudah cukup, Hakim Ketua Ratna Dianing Wulansari SH MH mengatakan, sidang selanjutnya akan dilaksanakan Kamis, 18 September 2025 mendatang.

“Agenda sidang berikutnya adalah pemeriksaan saksi-saksi. Tolong Jaksa siapkan saksi-saksinya ya,” kata majelis hakim yang diiyakan oleh Jaksa Galih Riana SH, yang selanjutnya majelis mengetukkan palunya sebagai pertanda selesai dan ditutup.

Selepas sidang, Jaksa Galih Riana Putra SH mengungkapkan, dr. Meiti Muljanti tidak ditahan, dengan pertimbangan sesuai ketentuan pasal 21 KUHAP, untuk ancaman pidana sendiri, untuk ayat (2)- nya maksimal 4 (empat) bulan.

“Jadi yang bersangkutan tidak bisa dilakukan penahanan. Makanya dari kami memberikan kebijakan kepada yang bersangkutan untuk wajib lapor, seminggu 2 (dua) kali di Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya,” tukasnya mengakhiri wawancara dengan media massa di PN Surabaya.

Sebagaimana diketahui, bahwa perkara ini bermula dari laporan dugaan KDRT yang diterima Polrestabes Surabaya dengan terlapor dr. Meiti Muljanti. Setelah melalui serangkaian penyelidikan dan penyidikan, dokter yang bekerja di National Hospital Surabaya itu ditetapkan sebagai tersangka.

Sedangkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidkan (SPDP) dikirim ke Kejari Surabaya sejak 14 Mei 2025. Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, dr Meiti Muljanti tidak ditahan.

Dalam perkara ini, dr Meiti dijerat dengan pasal 44 ayat (4) UU RI Nomor. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. (bw)