Surabaya, (pawartajatim.com) – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur/Jatim mencatat inflasi di Jawa Timur pada Februari 2024 meningkat 0,49 persen dibandingkan pada Januari 2024 yang mengalami deflasi negatif 0,10 persen secara bulanan.
Hal itu dikemukakan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur, Erwin Gunawan Hutapea, saat menghadiri High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se-Jawa Timur 2024 di Wyndham Hotel Surabaya.
Ia mengatakan, kegiatan HLM TPID se-Jatim ini lebih berfokus pada tantangan Inflasi dalam menghadapi Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Angka Inflasi di Jatim pada Februari 2024 tercatat sedikit lebih tinggi dari nasional yang tercatat 0,37 persen secara bulanan.
Inflasi tertinggi secara bulanan di Jatim, terjadi di Kabupaten Sumenep dengan angka 0,70 persen. Meskipun secara tahunan, inflasi di Jawa Timur tercatat mencapai 2,81 persen. Peningkatan inflasi di Jatim masih didorong oleh kelompok makanan, minuman dan tembakau, terutama pada komoditas beras,” ujar Erwin, Sabtu (9/3/2024).
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, inflasi Jawa Timur secara tahunan pada Februari 2024 meningkat dengan angka 22,41 persen. “Ini memang sejalan dengan keterbatasan pasokan akibat mundurnya masa panen raya di tengah menipisnya pasokan dari Bulog dan permintaan yang kita amati mulai meningkat sejak Februari 2024,” ungkapnya.
Erwin menilai, fenomena inflasi menjelang Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri pada 2022 dan 2023 rata-rata tekanan pada inflasi bulanan atau sebulan sebelum Idul Fitri tercatat 0,72 persen. Sedangkan, pada pelaksanaan Idul Fitri sebesar 0,41 persen secara bulanan.
Terutama, tekanan inflasi pada momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) juga didorong komoditas makanan, khususnya daging dan telur ayam ras serta tarif angkutan. “Namun, secara historis, komoditas beras tidak pernah menyumbang inflasi.
Ini karena panennya bergeser, pasokan menipis dan permintaan meningkat. Mundurnya masa panen dan majunya HBKN diperkirakan mengganggu pasokan dan berdampak pada inflasi,” jelasnya.
Erwin menjelaskan, berdasarkan data dari Dinas Pertanian Jawa Timur untuk panen raya beras tersebut, diperkirakan akan mundur dari awalnya Februari hingga Maret menjadi Maret hingga April 2024. Meskipun, tercatat secara tahunan, produksi beras diperkirakan meningkat.
“Dari tahun lalu, sekitar tujuh juta ton. Namun, di tahun ini diperkirakan angkanya sekitar 7,45 juta ton,” pungkasnya. (red)










