Sidoarjo, (pawartajatim.com) – Sukses menulis Novel Ayundari yang menceritakan romantisme di dunia perkebunan kopi hingga jilid kedua, M Samsul Arifin, mantan Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur/Jatim kini terpanggil untuk ikut serta mendongkrak kopi asal provinsi ini.

Samsul berupaya mendongkrak kopi Jatim dengan melaunching Kopi Ayundari yang berasal dari beragam varietas kopi diberbagai wilayah di Jatim. “Biasanya kopi kan indentik dengan daerah tertentu, misalnya Kopi Dampit, Kopi Ijen dan Kopi Banyuwangi. Nah kita ini Kopi Jatim. Karena Jatim kaya beragam varietas kopi,” kata Samsul, disela-sela kegiatan Halal Bihalal para pensiunan ASN Dinas Perkebunan Jatim, di Sidoarjo Minggu (28/5).

Dia mengatakan, kopi jenis Arabika ini cukup aman bagi pengidap penyakit asam lambung. Karena tingkat keasamannya relatif sangat rendah. “Kami sudah melakukan pengujian, bahwa tingkat keasaman kopi ini relatif rendah,” terangnya.

Untuk mendapatkan kopi ini, masyarakat yang membelinya sama seperti bersedekah. Karena semua keuntungannya adalah untuk kegiatan sosial bagi masyarakat yang tidak mampu. Khususnya bagi masyarakat yang tinggal disekitar kawasan perkebunan kopi.

Samsul menambahkan, Jatim memiliki beragam varietas kopi yang rasa dan kualitasnya sudah diakui oleh masyarakat pencinta kopi dari berbagai negara. Namun kenyataannya, tidak banyak petani kopi yang diuntungkan dengan kekayaan potensi tersebut.

“Kami berusaha terpanggil kembali untuk mendongkrak kopi Jatim, agar konsisten kualitas rasanya senantiasa terjaga. Harapannya petani selalu diuntungkan,” ujarnya. Syarif Imam Hidayat, Guru Besar Fakultas Pertanian UPN Surabaya mengatakan, kopi asal Jatim memiliki kualitas yang tidak jauh berbeda dengan beragam kopi dari mancanegara. Untuk bisa bersaing dengan kopi dari luar, kunci utamanya adalah konsistensi menjaga kualitas baik produk maupun rasanya.

Selama ini, belum bisa bersaingnya kopi asal Jatim, karena kurangnya konsistensi menjaga kualitas produk. Terkadang barang yang dipamerkan atau dijadikan contoh kurang sesuai dengan yang dikirimkan.

Untuk menjaga konsistensi kualitas produk, butuh adanya edukasi atau pendamping yang simultan. “Jangan dilepas jika petani atau produsen kopi belum sepenuhnya menjaga konsistensi produknya,” tegasnya.

Menurut dia, nilai tawar petani kita masih sangat lemah. Setiap kali rilis data kemiskinan, petani selalu menjadi bagian yang ada dalam data tersebut. Selain kita menyaksikan masih cukup rendahnya nilai tukar petani (NTP), petani kita juga dihadapkan pada sulitnya mereka menjaga keberlangsungan tanaman mereka.

Seperti sering adanya kelangkaan pupuk atau ketidakmampuan membelinya. “Jika beragam problem klasik yang sering dihadapi petani terselesaikan, maka petani kita akan dengan mudahnya menjaga kualitas produknya untuk bisa bersaing dengan produk-produk luar negeri termasuk petani kopi,” jelasnya. (rizal)