Surabaya, (pawartajatim.com) – Kota Surabaya menjadi penyumbang terbesar kasus Tuberkulosis atau TBC di Jawa Timur/Jatim. Sepanjang 2022, TBC pada pasien anak berusia antara 1-14 tahun tersebut, cukup tinggi mencapai 11.209 kasus.

Di RSUD Dokter Soetomo Surabaya misalnya, dalam sehari ada 50-100 pasien TBC yang ditangani tim dokter. Dalam peringatan World TB Day (Hari Tuberkulosis Sedunia) yang jatuh setiap tanggal 24 Maret, RSUD Dokter Soetomo Surabaya mengumpulkan tim dokter paru dan tim ahli klinis yang menangani khusus penderita Tuberkulosis (TBC), IDI Cabang Surabaya, dan para relawan mantan penyintas TBC yang tergabung dalam Yayasan REKAT (Arek Nekat) Peduli Indonesia dan Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (Ya Bisa) Peduli TBC di Halaman Gedung RSUD Dokter Soetomo Surabaya, Senin (20/3).

Direktur RSUD dr Soetomo Surabaya, dr Joni Wahyuhadi, mengatakan, penderita TBC yang ditangani di RSUD Dokter Soetomo Surabaya cukup banyak. Meski tidak menyebut secara rinci jumlah pasien TBC yang ditangani saat ini, tercatat dalam sehari ada 50-100 pasien TBC yang ditangani di Poli TB RSUD dr Soetomo Surabaya.

“Rata-rata, pasien TBC yang ditangani adalah anak-anak berusia 1-14 tahun, dengan gejala awalnya karena kuman yang menyerang paru-paru. Namun, yang masuk di RSUD Dokter Soetomo ini adalah pasien yang sudah masuk dalam kategori komplikasi atau berat atau kategori TB MDR (Multi Drug Resistant),” jelasnya.

Pasien TB MDR (Multi Drug Resistant) ini harus menjalani pengobatan mulai 9-24 bulan di rumah sakit. Pengobatan harus dilakukan di rumah sakit, karena obat yang diminum satu kali dalam sehari, jumlahnya cukup banyak.

Selain itu, pasien TBC juga harus didampingi tim dokter untuk memudahkan monitoring atau pengawasan apabila terjadi efek samping, serta harus mendapat pendampingan dari relawan atau mantan penyintas TBC untuk membantu psikologi pasien selama masa pemulihan dan pengobatan hingga tuntas.

Meski demikian, sebagian besar pasien positif TBC yang ditangani dipastikan sembuh. RSUD dr Soetomo ini punya fasilitas, SDM dan sarana penunjang untuk menangani TBC yang komprehensif. Mulai dari proses diagnostik sampai proses penanganan komplikasi TBC.

Komplikasi TBC yang paling kita takutkan adalah TB MDR, yakni Multi Drug Resistant. Kita punya laboratorium dan ruang perawatannya. Kita juga bisa tangani. ‘’Ini semuanya adalah upaya untuk mengeliminasi penyakit TBC. Kita harus bekerja keras. RSUD dr Soetomo sebagai rumah sakit tersier, harus siap berperan serta yang dikoordinir Dinas Kesehatan Jawa Timur,” terangnya.

Pada kesempatan yang sama, Tim Ahli Klinis TBC RSUD dr Soetomo Surabaya, dr Sudarsono, mengatakan, faktor penyebab utama penyakit TBC ini adalah kuman yang disebut Mycobacterium tuberculosis.

Jadi, ini sebenarnya penyakit infeksi yang bisa disembuhkan. Namun, pasien harus menjalani pengobatan dengan mengonsumsi obat yang banyak dan proses pengobatan yang lama hingga tuntas.

Bertepatan dengan World TB Day (Hari Tuberkulosis Sedunia) ini, saya sebagai tim ahli klinis TBC RSUD dr Soetomo mengajak semua pihak untuk berperan aktif serta menganggulangi penyakit TBC ini.

‘’Penyakit TBC ini 99 persen bisa disembuhkan, asalkan pasien bisa menjalani proses penyembuhan dan pengobatan sampai tuntas. Karena banyak pasien yang berhenti atau putus di tengah jalan di saat menjalani pengobatan ini. Sehingga, perlu dukungan dari keluarga dan semua pihak,” katanya.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya, hingga Desember 2022, data estimasi pasien positif kasus Tuberkulosis (TBC) di Surabaya sebanyak 11.209 kasus. Jumlah tersebut menjadikan Surabaya sebagai penyumbang terbanyak pasien TBC di Jatim.

Namun, secara nasional, Jatim menjadi kota terbesar kedua setelah DKI Jakarta dengan jumlah kasus TBC terbanyak di Indonesia. (red)