Mengenal Ritual Resik Lawon di Banyuwangi, Ini Prosesinya

Warga berjalan memanggul lawon dalam ritual resik lawon Buyut Cungking, Banyuwangi, Minggu (5/3/2023) siang/udi.
Warga berjalan memanggul lawon dalam ritual resik lawon Buyut Cungking, Banyuwangi, Minggu (5/3/2023) siang/udi.

Banyuwangi (pawartajatim.com)- Warga suku Using Banyuwangi memiliki tradisi unik menyambut datangnya puasa Ramadhan. Mereka menggelar ritual resik lawon di makam Ki Buyut Cungking, Kelurahan Mojopanggung, Minggu (5/3/2023) pagi. Ritual dilakukan dengan mencuci kelambu berwarna putih penutup makam sesepuh Banyuwangi tersebut.

Resik lawon berasal dari bahasa Jawa, resik yang artinya membersihkan dan lawon berarti kain kafan putih. Tradisi ini dimulai dengan nyekar dan doa di makam Buyut Cungking. Usai nyekar, warga mencopot seluruh kain di atas makam. Lalu, dimasukkan ke kotak khusus dari anyaman bambu. Warga kemudian membawanya ke sumber Krembangan. Jaraknya, sekitar 2 kilometer dari lokasi makam. Warga dilarang membawa kendaraan. Seluruhnya berjalan kaki sambil memanggul lawon.

Tiba di sumber air, warga mencuci kain lawon. Yang unik, selama mencuci, warga berebut air perasan dari kain lawon. Diyakini, membawa berkah kesehatan dan keselamatan. Usai dicuci, kain lawon di bawa ke balai tajuk, sebuah pendopo beratap jerami. Lagi-lagi, warga berjalan kaki. Di balai tajuk, seluruh kain lawon diperas lagi, airnya juga diambil. Lalu, kain lawon dijemur di sepanjang jalan. Ritual diakhiri dengan pemasangan kembali lawon menjelang sore disertai selamatan. “ Ini adalah tradisi turun temurun menjelang puasa Ramadhan. Kami membersihkan lawon penutup makam Buyut Cungking,” kata Jam’i Abdul Gani (65), juru kunci makam Buyut Cungking.

Tak sekadar membersihkan lawon, tradisi ini memiliki makna mendalam. Artinya, sebelum memasuki puasa, warga harus membersihkan hati. Sehingga, ketika menjalani puasa selama sebulan penuh bisa berjalan lancar.

Berdasarkan sejarah, Ki Buyut Cungking memiliki nama asli Ki Buyut Wongso Karyo. Tokoh ini dipercaya membabat hutan yang sekarang menjadi wilayah Kota Banyuwangi. Makam yang dikeramatkan warga ini sejatinya adalah petilasannya. Dari sejumlah penilitian, sosok Buyut Cungking diyakini hidup sekitar tahun 1536-1580. Selain petilasan, tokoh ini meninggalkan sejumlah benda purbakala. Diantaranya, keris, tombak, lontar dan beberapa batuan kuno. “ Menurut cerita, beliau itu sangat sakti. Bisa membabat hutan sehingga menjadi kota saat ini,” kata generasi ke-9 juru kunci makam tersebut. (udi)