Surabaya, (pawartajatim.com) – Puluhan tokoh Islam dari 40 negara di dunia berkumpul di Surabaya Jawa Timur/Jatim Indonesia Minggu (5/2). Ternyata, mereka yang jumlahnya 60 orang dari 79 ulama dari 40 negera itu merupakan peserta ‘Muktamar Internasional Fikih Peradaban 1’ yang digelar di Hotel Shangrila Surabaya Senin (6/2).
Keesokan harinya tepatnya Selasa (7/2) peserta muktamar internasional ini mengikuti peringatan 100 Tahun Hari Lahir/Harlah Nahdlatul Ulama/NU yang digelar di Sidoarjo yang rencananya dihadiri Presiden Jokowi, itu.
‘’Muktamar Internasional Fikih Peradaban ini akan membahas Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa/PBB dimata syariat Islam,’’ kata Ketua Umum PB NU, KH Yahya Cholil Staquf, saat konferensi pers/Konpers di Hotel Shangrila Surabaya Minggu (5/2).
Wasekjen NU, Najib, menambahkan, selain 79 ulama dari 40 negara di dunia, juga banyak tokoh agama Islam dari negara lain di luar 40 negara itu yang mendaftar sebagai pengamat.

‘’Dengan usia 100 tahun, NU ingin memberi contoh kepada ormas Islam lainnya, untuk membicarakan kebaikan hidup bermasyarakat dari sudut pandang syariat,’’ ujarnya. Di tempat terpisah, untuk memberikan kemudahan masyarakat dan kader NU terhadap pengertian Fiqih atau hukum di era zaman modern atau peradaban, panitia menggelar sarasehan tentang fiqih peradaban atau hukum di zaman peradapan.
Acara ini digelar di Hotel Sangrila Surabaya selama dua 5 – 6 Februari 2023. Tampil sebagai pembicara, pakar hukum Prof Dr M Noor Harissudin, Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember sekaligus Ketua Komisi Pengkajian, penelitian dan pelatihan MUI Jatim.
Prof Dr H Aswadi, M. Ag (Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya) dan Prof Dr H. Ahmad Tholabi Kharli SH., MH., MA (Dekan dan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Menurut Prof H Aswadi, fiqih harus mengikuti perkembangan zaman.

Fiqih harus menjadi pilar dalam kehidupan di masyarakat untuk mengikuti peradapan masyarakat. Sementara Prof H Aswadi, menekan untuk mencerna tidak berpatokan saja, tetapi bisa mengadopsi pada sumbernya. Misalnya Al Qur’an.
Pemahaman terhadap respon hal-hal yang baru perlu dipahami secara mendalam untuk mendapatkan solusinya. Tidak membuat produk hukum tidak memberikan solusi. Sementara, Prof Dr Noor Harissudin, memberikan pandangan agar NU harus mengedapan dan mensosialisasikan fikih peradapan kepada kader-kader NU.
Baik di kalangan masyarakat atau Lembaga-lembaga pendidikan. Sementara, pertanyaan dari H Ifdol Mahfur, peserta undangan menanyakan tentang posisi NU dalam konflik di dunia. Sementara, NU saat ini masih membahas produk hukum yang ada di lokal negara Indonesia yang mempunyai dasar Pancasila sebagai dasar negara hukum sebagai negara Pancasila. (bw)











