Malang, (pawartajatim.com) – Pengusaha identik dengan bank untuk mendukung modal berusaha. Namun, di Kota Malang, seorang pengusaha mebel rotan justru menolak kredit bank. Bukan alergi dengan bunga bank. Namun, modal yang dimilikinya sudah lebih dari cukup. Omzet usahanya melejit seiring tingginya permintaan pasar.
Pengusaha sukses ini bernama Imam Budiono (57), pemilik ‘Tiban Jaya Rotan’ di Dusun Sumbersuko, Desa Balearjosari, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Sejak dua tahun terakhir, pria yang memulai usaha dari nol ini memilih pensiun menjadi debitur bank.
Alasannya sederhana. Dia ingin menikmati usahanya dengan modal sendiri. Sehingga, diusia yang mulai senja bisa menjalankan usaha dengan tenang, sedikit santai. “Sebenarnya saya tidak alergi dengan bank. Dahulu saya juga menjadi nasabah kredit bank cukup lama,” kata Imam, disela menerima rombongan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jember bersama jurnalis, Jumat (7/10/2022) sore.
Butuh perjuangan panjang bagi Imam, untuk bisa menjadi pengusaha mandiri. Sebelum sukses, suami dari Aningsih (54) ini banting tulang merintis usaha. Bisnis mebel dimulai sekitar tahun 1987. Tamat dari Sekolah Menengah Teknologi (STM), Imam, nekad membuka usaha mebel di Probolinggo, Jawa Timur. Kala itu, hanya membantu menjualkan mebel milik saudaranya.
Keuletan Imam, bersama istri membuahkan hasil. Usahanya bergeliat. Mebelnya laris. Pasangan suami istri ini kemudian memutuskan meminjam modal ke bank. Kala itu, mereka mendapat pinjaman sekitar Rp 40 juta. Dengan modal pinjaman, Imam, membesarkan usahanya. Omzetnya terus merangkak.
Akhirnya, Imam, memutuskan pulang ke Malang, membuka produksi mebel berbahan rotan sekitar 2006. Nama mebelnya diambil dari nama Masjid Tiban di Probolinggo. “Waktu itu, usaha mebel pertama saya berada persis di depan Masjid Tiban. Akhirnya saya pakai nama mebel Tiban Jaya Rotan,” kisahnya.
Nama itu menjadi doa. Usaha mebelnya kian dikenal. Berawal dari 2 karyawan, kini Imam mempekerjakan hingga 23 orang. Jumlah ini masih ditambah tenaga borongan yang berjumlah 10 orang. Ada yang dibayar mingguan, ada juga borongan. Imam, juga melatih pemula menjadi tenaga di pabrik mebelnya.
Mengutamakan kualitas produk, Imam, berhasil menguasai pasar. Dia fokus pada mebel berbahan rotan dan sintetis rotan. Bahan sintetis ini paling banyak diburu. Konsumen kebanyakan hotel berbintang dan kafe. Harga produk yang ditawarkan beragam. Mulai Rp 200.000 hingga Rp15 juta per set. Harga tergantung dari bahan rangka yang dipakai. Termahal jika menggunakan rangka alumunium.
Bahan baku sintetis didatangkan dari Surabaya hingga Bandung. Sedangkan produk mebelnya di pasarkan ke sejumlah kota besar di Indonesia. Paling banyak di pasarkan ke wilayah Kalimantan, Papua dan Bali.
“Kami membuat produk mebel sesuai pesanan. Konsumen hanya menunjukkan contoh model,” jelasnya. Imam juga membuka pasar online. Namun, pesanan produk justru lebih banyak manual.
Kebanyakan pelanggan yang memasarkan ke sejumlah daerah, termasuk ekspor melalui Bali. Omzetnya terbilang fantastis. Rata-rata, tembus ratusan juta per bulan. Tingginya omzet membuat Imam, mengantongi cukup modal untuk menjalankan usaha.
Alhasil, terakhir dia meminjam modal ke bank tahun 2007. Seingatnya sekitar Rp 300 juta. Pinjaman ini digunakan memperluas lahan produksi mebel. Imam, melunasi kreditnya 2020. “Sejak itu, kami memutuskan pensiun dari kredit bank. Kami murni memutar modal sendiri, biar tenang menikmati masa tua,” tegasnya.
Meski memutuskan pensiun, dirinya tetap mendapatkan banyak tawaran kredit. Dia juga mendukung jika para wirausahawan, termasuk UMKM bermitra dengan bank. “Bermitra dengan bank itu perlu. Syaratnya, harus jujur untuk digunakan berwirausaha,” tutup pria yang beberapa kali naik haji ini. (udi)











