Pangeran Kudo Kardono, Sepupu Gajah Mada Penguasa Perdikan Kaliasin

Surabaya, (pawartajatim.com) – Kerajaan Majapahit, didirikan oleh Nararya Dyah Sangramawijaya yang bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana  atau yang lebih dikenal dengan nama Raden Wijaya pada tahun 1293 Masehi. Hal ini sesuai dengan isi prasasti Kudadu, Kitab Negarakertagama, dan Kidung Harsawijaya.

Masa pemerintahan Raden Wijaya yang merupakan putra Rahiyang Jayadharma dan Dewi Naramurti tersebut, diwarnai pemberontakan oleh mantan pengikutnya. Diantaranya pemberontakan Ranggalawe yang menjabat Mantri Mancanegara Ring Tuban sekaligus Adipati di Dataran (1295 Masehi), dan Pemberontakan Lembu Sora (1300 Masehi).

Setelah Raden Wijaya mangkat, tampuk pemerintahan dipegang putranya yang bernama Jayanegara yang bergelar Sri Wiralandagopala Sundarapandya. Ibu Prabu Jayanegara bernama Dara Petak putri Prabu Mauliawarmadewa dari Kerajaan Melayu Swarnabhumi. Setelah di Majapahit, namanya berganti menjadi Indreswari dan diberi gelar Stri Tinuheng Puri (Istri yang dituakan).

“Prabu Jayanegara juga dikenal dengan nama Kalagemet yang mempunyai arti penjahat yang lemah,” kata Koordinator Bidang Prasasti dan Manuskrip Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDI Perjuangan Jatim, Nanang Sutrisno, kepada pawartajatim.com di Surabaya, Selasa (21/9)

Karena perangai dan tabiatnya yang buruk, terutama suka berpesta pora, mabuk mabukan, dan suka menggoda perempuan yang sudah bersuami, Prabu Jayanegara banyak mendapat kecaman dari pengikut dan rakyatnya.

Ketidakpuasan itu akhirnya berbuntut menjadi pemberontakan. Diantaranya pemberontakan Rakryan Mahapatih Nambi di Lumajang (1316 Masehi) dan Rakuti (1319 Masehi). Pemberontakan Rakuti yang merupakan anggota Dharmaputra atau Pangalasan Winehsuka ( Punggawa yang dimuliakan) adalah pemberontakan paling hebat dan membahayakan.

Karena sempat membuat istana Majapahit terkepung pemberontak, dan Prabu Jayanegara harus diungsikan  oleh Pasukan Bhayangkara pimpinan Bekel Gajah Mada ke Desa Badander (Bojonegoro). “Peristiwa ini tidak hanya memunculkan sosok Gajah Mada, tetapi juga Kuda Kardono,” tafsir alumni Unair ini.

Nama Kuda yang mengandung unsur nama binatang adalah nama yang lazim di jaman itu. Seperti halnya Banyak Wide, Lembu Sora, Kuda Anjampiani, Gajah Pagon, Gajah Mada, dan lain-lain. Pasangguhan (Senapati Perang) Kuda Kardono yang juga sepupu Gajah Mada itu, menjadi salah satu tokoh penting dalam melawan pemberontakan Rakuti.

Dia diberi tugas untuk mengamankan wilayah sekitar Churabhaya, terutama Pelabuhan Pacekan (Wonokromo) dan  Pelabuhan Ujung Galuh (Tanjung Perak) yang merupakan jalur  penyelamatan  lewat laut menuju ke Kerajaan Melayu Swarnabhumi di Pulau Sumatera, tempat asal ibunda Prabu Jayanegara.

Pemberontakan akhirnya berhasil dipadamkan, dan Prabu Jayanegara kembali berkuasa. Untuk membalas jasa Kuda Kardono, maka dia diberi ganjaran tanah di sekitar Kaliasin, tempatnya bertugas selama  masa  pemberontakan Rakuti.

Kuda Kardono yang juga sering disebut Eyang Yudho Kardono, memimpin  dan memerintah wilayah ganjaran tersebut hingga akhir hayatnya. Dan dimakamkan di sekitar tempat tersebut.

Tempat makam atau pesarean Eyang Yudho Kardono berada di suatu lahan seluas 1700 M2, di Jalan Cempaka No. 25  Surabaya. Disana tidak hanya bersemayam dirinya, tetapi juga ayah, istri dan anak anaknya.

“Di areal tersebut, tidak hanya ada makam, tetapi juga terdapat bangunan  menyerupai candi yang didalamnya terdapat berbagai arca, dan sumur tua,” pungkas Ketua DPD Gema Puan Jatim ini. Pada malam tertentu, banyak warga masyarakat yang yang berziarah ke tempat ini dengan berbagai maksud dan tujuan.

Diantaranya, ngalap berkah dan berburu benda pusaka. Karena banyak yang meyakini bahwa disini terdapat peninggalan senjata pusaka yang bisa didapatkan secara gaib. (nanang)