Surabaya, (pawartajatim.com) – Kondisi perekonomian Indonesia yang nyaris terpuruk akibat wabah covid-19, membuat prihatin semua pihak. Tapi, mengapa Pemerintah Kota/Pemkot Surabaya justru menggelontorkan bantuan untuk partai politik/parpol yang kenaikannya 300 persen.
‘’Ini pertanda kurangnya empati terhadap persoalan rakyat, lebih memprioritaskan kepentingan parpol,’’ kata Ketua Umum Aliansi Masyarakat Anti Korupsi (AMAK) Indonesia, Ponang Adji Handoko, di Surabaya Selasa (7/6).
AMAK Menengarai bantuan tersebut berpotensi menimbulkan korupsi secara masif dan terencana. Bagaimana tidak, setelah dana tersebut dicairkan, nyaris belum se-tahun dana tersebut telah habis dibelanjakan.
“Ngga menutup kemungkinan adanya kecurangan dalam pembelanjaan dana hibah bantuan parpol tersebut. Bisa jadi bon – bon, berbagai program dan acara. Kwitansi pembelanjaannya diduga banyak yang fiktif,” ujar pria yang akrab disapa Bonang ini.
‘’Kami yakin, jika aparat penegak hukum jeli membongkar dugaan persekongkolan jahat tersebut, skandal tersebut akan menjadi peristiwa hukum di Kota Surabaya yang memalukan. Menjadi titik awal, pemantik kepada kota, kabupaten ataupun provinsi lainnya. Seharusnya secara etika dan moral parpol wajib mandiri. Mereka punya anggota yang terdaftar, terstruktur dan berpenghasilan. Mulai pusat hingga daerah,’’ paparnya.
Berdasarkan catatan karena alokasi dana berdasar perolehan suara, dari angka Rp 8,1 milliar itu anggaran paling besar didapat DPC PDI Perjuangan. Rupiahnya sejumlah Rp 2,51 miliar. Karena Saat Pemilu 2019, PDIP menjadi juara pertama di Surabaya. PDIP Kota Surabaya meraup 418.873 suara dengan 15 kursi di parlemen.
Juara kedua dana hibah banpol diraih DPC PKB sekitar Rp 921 juta. Berikutnya DPC Gerindra dengan jumlah Rp 768 juta. Disusul PKS Rp 696 juta, Golkar Rp 690 juta, Demokrat Rp 718 juta, dan PSI Rp 544 Juta.
Untuk diketahui, di tahun 2001 hampir semua Pemda berlomba-lomba mengeruk APBD untuk dana hibah kegiatan sepak bola senilai belasan miliar rupiah. Setelah cukup lama mengalami tarik-ulur untuk penghentian dana hibah itu, akhirnya ada regulasi tentang pelarangan penggunaan dana APBD untuk sepak bola.
Sesuai rekomendasi KPK RI san Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2011 bahwa klub profesional dilarang melakukan penyedotan dana APBD. Karena klub sepak bola harus mandiri, profesional dan integritas.
“Tapi harus diingat, rekomendasi KPK RI kepada Kemendagri akibat banyaknya kecurangan dan penyelewengan dalam pengelolaannya. Hampir merata semua daerah dan memunculkan banyak terpidana tindak pidana korupsi dana hibah untuk kegiatan sepak bola,” kata pria berkacamata tersebut.
Bonang berharap agar semua parpol mencontoh kegiatan olah raga sepak bola secara profesional. “Tapi apakah nantinya harus didahului peristiwa banyaknya terpidana sari kasus korupsi dana hibah banpol di masing-masing daerah,” ujarnya. (bw)