Banyuwangi, (pawartajatim.com) – Lintasan pendek Selat Bali bukan tanpa tantangan. Cuaca mendung, gelombang tinggi menjadi fenomena rutin. Dibalik ganasnya gelombang rute Jawa – Bali ini ada sosok perempuan yang setia menyeberanginya. Dialah, Santi Muriyana, seorang Mualim 2 di kapal ferry milik perusahaan Dharma Lautan Utama (DLU).
Sejak kecil, wanita asal Surabaya ini bercita-cita menjadi pelaut. Melakoni pekerjaan laki-laki, Santi, panggilan akrabnya, tidak boleh manja. Apalagi, jabatannya terbilang vital, berkaitan keselamatan nyawa penumpang.
“Kuncinya disiplin. Kita ikuti semua protap untuk keselamatan pelayaran,” kisah Santi dari atas kapalnya, Kamis (21/4) pagi. Tugas perempuan 50 tahun ini terbilang berat. Dia harus mengecek seluruh persiapan kapal sebelum berlayar, termasuk menata kendaraan di bagian dek.
Belum lagi, selalu mengecek perkembangan cuaca Selat Balu. Dia juga dituntut bisa memarkir kapal ketika akan sandar. “Jadi, tugas kami sebagai asisten Nakhoda. Kita menyiapkan semua, mulai persiapan hingga pelayaran,” kisahnya.
Menjadi penakluk samudera,bukan tanpa tantangan. Ketika cuaca buruk, Santi harus piawai melihat pergerakan ombak. “Tantangan terberat menjadi pelaut ya ini, mengendalikan kapal di tengah gempuran ombak,” jelasnya.
Santi memutuskan menjadi pelaut karena panggilan hati. Cita-citanya, bisa plesir kemana-mana sambil bekerja. Begitu lulus sekolah pelayaran, dia langsung terjun ke kapal, sekitar tahun 1995. Awal karirnya dimulai di kawasan Indonesia Timur, bergabung dengan kapal kargo. Kemudian, masuk di perusahaan nasional kapal ferry.
“Saya sudah banyak pindah tugas mulai Surabaya, Kalimantan, terakhir ya di Ketapang ini,” ujar kru perusahaan Dharma Lautan Utama ini. Kecintaannya dengan dunia pelayaran, membuat Santi rela sering jauh dari keluarga.
Terutama, ketika musim arus mudik. Dia harus rela lembur untuk mengangkut pemudik. Beruntung, keluarga mendukung karirnya. Bahkan, anak semata wayangnya terkadang ikut berlayar ketika libur sekolah.
Sebagai Kartini modern, Santi tidak lupa dengan kodratnya sebagai perempuan. Keluarga tetap menjadi prioritas. “Kita harus pintar menbagi waktu, ketika libur hsrus benar-benar untuk keluarga,” jelasnya.
Santi berharap, akan muncul Kartini – Kartini baru yang mau menjadi pelaut. Menurutnya, kaum perempuan juga bisa berkarir di pelayaran dengan jabatan bergengsi. “Kalau sudah di kapal, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, tugas kita sama,” tutupnya.
Bertugas layaknya laki-laki, kru kapal perempuan tetap mendapatkan hak khusus. Seperti, cuti datang bulan atau cuti panjang hamil. “Kami memang membuka kru kapal baik laki maupun perempuan. Ini bagian dari emansipasi. Tapi, tetap ada hak khusus bagi perempuan ketika bekerja,” kata Manajer Cabang PT DLU Banyuwangi, Sunaryo. (udi)