
Malang, (pawartajatim.com) – DPD AMHI (Asosiasi Mediator Hubungan Industrial) Jawa Timur/Jatim, menyiapkan langkah dalam bidang Hubungan industrial (HI). Hal itu untuk penguatan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan transformasi ekosistem ketenagakerjaan merupakan langkah strategis untuk memperkuat daya saing serta meningkatkan produktivitas nasional.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Malang, Yudhi Hindarto ST MSi, mengatakan, sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial masih menghadapi berbagai hambatan. Mulai dari kurangnya komunikasi efektif di tingkat perusahaan, keterbatasan jumlah mediator yang ada hingga belum optimalnya peran lembaga kerja sama (LKS) bipartit dan implementasi perjanjian kerja sama.
Hal itu dia ungkapkan kegiatan Ngopi bersama DPD AMHI Jatim di Batu yang mengambil thema ‘Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) pada tenaga kerja serta Peningkatan Sistem Pengupahan Berbasis Produktivitas di Perusahaan Sabtu (4/10/2025).
Saat ini jumlah mediator hubungan industrial tiap kabupaten kota masih dirasa tidak sebanding dengan banyaknya perusahaan yang berdiri. Sementara mereka harus melayani potensi perselisihan dari jutaan perusahaan dengan lebih dari ratusan ribu pekerja.
‘’Kondisi ini menuntut peningkatan kapasitas, integritas, dan profesionalisme mediator,” kata Yudhi Hindarto. Hal senada juga diungkapkan DPD AMHI Jawa Timur Anas Nasrudin Irianto, SP. S.Sos didampingi Achmad Rukmiyanto, SE. MM., yang mengingatkan, produktivitas tenaga kerja Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Tanpa percepatan, Indonesia berisiko disalip Vietnam dalam tiga tahun mendatang, karena jumlah mediator di Jatim hanya berjumlah 55 personil tahun 2018. Sedangkan sekarang 117 personil sebagai mana data Ketenaga kerjaan mendapatkan SK dari kementerian ketenagakerjaan, karena ada Kabupaten dan kota yang di kantor Dinas Ketenagakerjaan belum memiliki mediator.
Sebagai respons, menurut DPD AMHI Jatim, ketenagakerjaan tengah menyusun kerangka kerja (framework) maturitas hubungan industrial transformatif yang mendorong pengusaha dan pekerja membangun visi bersama (shared vision), tidak sekadar hubungan industrial berbasis kepatuhan normatif.
“Hubungan industrial yang transformatif lahir dari komitmen bersama antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Inilah yang menjadi DNA ketenagakerjaan Indonesia adil, dan inklusif, menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Anas Nasrudin.
Sementara itu, Kepala Kepala Bidang Hubungan Industrial Kabupaten Malang Dian Daru Romadhoni, SH.MH didampingi ketua Panitia Heri Yudo menyampaikan ‘kegiatan Penguatan Teknik Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada perusahaan serta Peningkatan Sistem Pengupahan Berbasis Produktivitas di perusahaan”.
Menurut dia, hal itu bertujuan untuk meningkatkan kapasitas SDM, mediator, dan serikat pekerja dalam merancang sistem pengupahan yang terukur, transparan, serta membangun hubungan industrial yang harmonis.
Dia mengatakan, keberhasilan hubungan industrial tidak hanya ditentukan oleh regulasi, tetapi juga oleh komitmen semua pihak dalam menerapkan praktik terbaik. “Kolaborasi tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja adalah fondasi penting untuk menciptakan ekosistem kerja yang kondusif, produktif, dan berkeadilan,” tutupnya. (sam)