Bank digital semakin berperan dalam ekosistem keuangan nasional dan bersaing dengan bank konvensional melalui inovasi layanan yang lebih aman, fleksibel, dan kompetitif. (foto/ist)

Jakarta, (pawartajatim.com) – Tahun 2024 menjadi momen penting bagi industri perbankan digital di Indonesia. Mayoritas bank digital mencatat kinerja positif hingga kuartal III, seiring dengan pertumbuhan transaksi digital banking sebesar 40,1 persen (YoY) pada November 2024 menurut data Bank Indonesia.

Tren ini mencerminkan meningkatnya adopsi dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan perbankan berbasis teknologi. Dengan Pendapatan Bunga Bersih (NII) yang diproyeksikan mencapai US$3,63 miliar pada 2025, bank digital semakin berperan dalam ekosistem keuangan nasional dan bersaing dengan bank konvensional melalui inovasi layanan yang lebih aman, fleksibel, dan kompetitif.

Meski prospeknya menjanjikan, industri perbankan digital tetap menghadapi tantangan, seperti ketidakstabilan ekonomi global, fluktuasi harga komoditas, serta ketegangan geopolitik yang bisa memengaruhi stabilitas sektor ini.

Selain itu, persaingan yang semakin ketat menuntut inovasi berkelanjutan. Menanggapi hal ini, Krom Bank, bagian dari Kredivo Group, berhasil mencatat kinerja positif sejak beroperasi pada 2024, menunjukkan kesiapan dan komitmen dalam menghadapi dinamika industri.

Presiden Direktur PT Krom Bank Indonesia Tbk, Anton Hermawan, menyatakan, walaupun industri perbankan digital memiliki prospek cerah di 2025, berbagai tantangan tetap harus diantisipasi. ‘’Dengan resiliensi yang telah kami bangun sepanjang 2024, kami optimis dapat menjaga keberlanjutan bisnis dengan memperkuat diversifikasi produk dan inovasi layanan agar tetap relevan dengan kebutuhan nasabah,’’ kata Anton, di Jakarta Rabu (5/2).

Tantangan dan Strategi Bank Digital di 2025

  1. Pengetatan Likuiditas Akibat Daya Beli yang Menurun

Sepanjang 2024, daya beli masyarakat melemah, berpotensi memengaruhi likuiditas bank digital di 2025. Minimnya kenaikan upah dan harga barang yang tetap tinggi mendorong penarikan simpanan, menyebabkan penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan perlambatan pertumbuhan kredit.

Untuk mengatasinya, bank digital perlu menawarkan produk pinjaman berbasis teknologi dan deposito fleksibel agar tetap menarik bagi nasabah. Sementara itu, kebijakan penurunan suku bunga BI ke 5,75 persen bisa menjadi peluang untuk mendorong permintaan kredit dan memulihkan daya beli masyarakat.

  1. Persaingan Suku Bunga yang Ketat

Persaingan dalam menawarkan suku bunga simpanan yang tinggi menjadi tantangan bagi bank digital. Meski suku bunga menarik dapat meningkatkan jumlah nasabah, tanpa strategi berkelanjutan, hal ini bisa membebani keuangan bank.

Solusinya, bank digital harus mengombinasikan suku bunga kompetitif dengan inovasi produk dan layanan bernilai tambah. Diversifikasi produk menjadi kunci agar tetap kompetitif tanpa mengorbankan stabilitas keuangan.

  1. Ketidakpastian Global

Faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik, kebijakan proteksionisme, dan fluktuasi harga komoditas bisa meningkatkan volatilitas pasar. Untuk menjaga stabilitas, bank digital perlu menerapkan manajemen risiko yang proaktif dan strategi diversifikasi aset. Analisis berbasis data serta respons cepat terhadap perubahan kebijakan global akan menjadi kunci dalam memitigasi risiko dan menjaga kelangsungan operasional.

Komitmen Krom Bank di 2025

Anton menjelaskan, menghadapi berbagai tantangan di 2025, Krom Bank berkomitmen untuk terus tumbuh dengan strategi adaptif dan berorientasi pada kebutuhan nasabah. Penguatan likuiditas, penyaluran kredit yang prudent, serta pengembangan produk inovatif menjadi strategi utama dalam mempertahankan daya saing.

“Kami percaya bahwa dengan strategi yang tepat, pengelolaan risiko yang disiplin, dan inovasi berkelanjutan, Krom Bank dapat terus memberikan nilai tambah bagi nasabah sekaligus memperkuat posisi kami dalam industri perbankan digital di tahun 2025 dan seterusnya,” tutup Anton. (ony)