
Banyuwangi,(pawartajatim.com)– Tiga seniman sekaligus budayawan Banyuwangi meraih Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2024 dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Ristek dan Teknologi. AKI merupakan penghargaan yang diberikan kepada insan berprestasi dan berkontribusi dalam pemajuan kebudayaan Tanah Air.
Tiga tokoh itu, seniman Gandrung Banyuwangi Temu Misti, penenun Wastra Using Siami, dan penyalin kitab Lontar Yusuf Senari. Penghargaan bagi tiga maestro asal Banyuwangi diberikan dalam acara AKI 2024 di Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Temu Misti merupakan salah satu pelestari kesenian Tari Gandrung yang masih eksis hingga saat ini. Temu menerima penghargaan AKI untuk kategori Maestro Seni Tradisi. Wanita yang akrab disapa Mbok Temu itu dikenal luas sebagai penari. Dia mengabdikan hidupnya melestarikan tari khas Banyuwangi.
Keberhasilan Mbok Temu mengajarkan Gandrung kepada generasi muda menjadi alasan utama menyabet AKI 2024. Mbok Temu dianggap menginspirasi banyak orang untuk terus melestarikan seni tari tradisional.
Sedangkan Siami satu-satunya penenun kain Wastra Using Banyuwangi. Dia bertahan dengan cara tradisional. Siami menerima penghargaan AKI kategori Pelestari. Kiprah Siami dianggap turut menjaga keberlanjutan tenunan khas Osing. Bagi Siami, penghargaan ini sekaligus pengakuan terhadap berbagai upayanya dalam melestarikan teknik tenun kuno yang sudah jarang dikerjakan di Banyuwangi.
Sementara Senari adalah penyalin Kitab Lontar Yusuf, kitab kuno yang tertulis dengan aksara pegon. Lontar ini berisi tentang kisah Nabi Yusuf. Ia juga menerima penghargaan kategori Pelestari.
Warga suku Osing Banyuwangi akrab dengan pembacaan lontar yang dianggap memiliki ajaran dan kisah spiritual. Mereka rutin menggelar kegiatan mocoan Lontar Yusuf. Tradisi ini berlangsung turun-temurun.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengaku bangga tiga maestro di Banyuwangi mendapat penghargaan AKI. Ini merupakan bentuk pengakuan bagi para pelestari kesenian dan budaya yang berjuang merawat kekayaan di Banyuwangi.
“Selamat kepada Bu Temu Misti, Bu Siami, dan Pak Senari yang telah mengharumkan nama Banyuwangi. Kami sangat bangga dengan para maestro yang hingga saat ini masih menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada di Banyuwangi,” kata Ipuk.
Pemkab Banyuwangi juga terus berupaya merawat berbagai kesenian dan kebudayaan yang ada. Contohnya, Tari Gadrung. Pemkab tiap tahun menggelar pertunjukan tari kolosal Gandrung Sewu. Kegiatan ini diikuti lebih dari seribu penari yang masih pelajar.
Even ini masuk dalam kalender Karisma Event Nusantara (KEN). Dari ajang ini, banyak penari Gandrung muda muncul.Pemkab juga berupaya untuk memunculkan penenun-penenun kain Wastra Using, berkolaborasi bersama sang Maestro. Pemkab berencana menggelar pelatihan untuk penenun-penenun muda. Lalu, mengajak para desainer memopularkan kain tenun buatan Siami.
Pemkab juga mengapresiasi upaya masyarakat suku Osing dalam merawat tradisi mocoan Lontar Yusuf. Tradisi ini ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda sejak 2019. (udi)