Executive Chef Hotel Swiss-BelInn Airport Surabaya. (foto/nanang)

Sidoarjo, (pawartajatimcom) – Nasib orang tidak ada yang tahu, semua sudah tertulis di tangannya masing-masing. Demikian juga yang dirasakan oleh Sunari, walaupun namanya singkat dan pendek, tetapi perjalanan karir nya tidak sependek namanya.

Banyak liku-liku yang dijalani sebelum menjadi Executive Chef di Swiss-BelInn Airport Surabaya. Pria kelahiran Jombang, 24 Agustus 1982 ini sudah pindah pekerjaan dari hotel ke hotel. Kecintaan pada dunia masak memasak tumbuh sejak kelas 5 Sekolah Dasar (SD), dia banyak membantu ibunya yang bekerja sebagai mlijo ( jual sayur keliling).

Sunari kecil membantu memasak sayur lodeh tewel (nangka muda), dia mengupas, memotong, merajang sayur, membersihkan, dan menghaluskan bumbu, serta memasaknya sendiri. Setelah lulus SMA, Sunari diajak bekerja di restoran oleh keluarganya.

Sebenarnya Sunari Bercita-cita menjadi Tentara, atau bekerja di pabrik. Tetapi nasib mengantarkan dia pada karir di bidang kuliner. Karirnya dimulai di sebuah restoran Chinese food selama tiga tahun, kemudian keluar dan bekerja sebagai cleaning service di Matahari Departemen Store Surabaya Plaza selama dua tahun, lalu bekerja sebagai room boy di rumah kos di daerah Kedung Pengkol  Surabaya.

Selanjutnya menjadi casual di Thai Village selama tiga setengah tahun, di tempat ini dia belajar banyak dari Chef Ahong asal Singapura, dan Chef Aseng dari Malaysia. “Saya dianggap sebagai asisten oleh mereka, dari  mereka pula saya banyak belajar tentang saus dan timbangan Hongkong. Saya akhirnya jadi mengerti ukuran erat seperti kati, chin, dan dragon,” kata Executive Chef Swiss-Bellnn Hotel  Airport Surabaya, Sunari, kepada pawartajatim.com, di Sidoarjo Selasa (20/8/2024).

Selanjutnya Sunari bekerja di Depot Pak Atmo di G Walk Citraland selama tujuh bulan, dan di Wapo Kayoon selama sepuluh bulan, kemudian di Inul Vista Sutos selama satu tahun. Ia mencoba mencari peruntungan di Pulau Kalimantan, dan bekerja di Restoran Grand Surya Kota Bahru selama  satu tahun.

Lalu di Hotel Luansa Palangkaraya selama satu tahun, dan di Swiss-Bellhotel Palangkaraya selama dua tahun lamanya. Akhirnya Sunari balik ke Surabaya, dan bekerja di Hotel Ciputra World selama satu tahun, sempat bekerja di Lampung, tetapi kemudian balik lagi ke Ciputra World selama dua tahun, lanjut ke Hotel Santika Pekalongan selama satu tahun.

“Saya kemudian bekerja di Swiss-BelInn Airport Surabaya, menjabat Executive Chef dan membawahi  enam belas orang staff,” jelas ayah tiga anak ini. Sebagai seorang yang religius, Chef Sunari sangat meyakini benar, bahwa tangan setiap orang berbeda.

Termasuk tangan seorang chef, jadi walaupun bahan, alat, method, ingrident sama,  bisa menghasilkan rasa masakan yang berbeda. Bahkan Chef Sunari mengakui bahwa dia juga sering menghasilkan rasa yang sedikit berbeda jika memaksa menu secara berulang-ulang, contohnya membuat lima porsi nasi goreng secara bergantian.

Hal tersebut karena faktor feeling atau perasaan, kondisi tubuh, dan suhu panas api kompor. Dan jika mood tidak baik datang, Chef Sunari kerap kali memukulkan chinese lidel atau irus masak, untuk menghilangkan rasa resah, gundah gulana yang ada. Terkadang Chef Sunari juga melemparkan cutting board / telenan.

Hal yang menyedihkan bagi Chef Sunari adalah saat dia mendapatkan omelan atasan  saat melakukan set up menu, kemudian ternyata letak salah satu menu bergeser sedikit  dari tempat biasanya.

Namun, ada juga hal yang menyenangkan, yaitu bisa memuaskan tamu yang datang ke hotel Swiss-BelInn Airport Surabaya tempat dia bekerja saat ini ,dengan memberikan menu dan  layanan terbaik.

“Ada menu terbaik disini yang disukai tamu, yaitu steak rawon, ikan betutu, nasi goreng enak echo, dan setup singkong,’ ungkap penikmat sayur lodeh dan sambel teri ini. Menurut Chef Sunari, masakan Nusantara ada masakan yang susah dibuat, hal ini karena banyaknya bumbu rempah-rempah, serta banyaknya daerah yang mempunyai menu dan citarasa masing-masing.

Contohnya ada bermacam-macam soto, ada soto Madura, Lamongan, Kudus, Betawi, Banjar, dan Makassar. Sebagai seorang Executive Chef, Sunari sering melaksanakan event yang dibuat oleh hotelnya, misalkan event Iftar Ramadhan, dia bekerja keras mencurahkan perhatian dan kemampuannya untuk mensukseskan acara tersebut.

Chef Sunari menyiapkan analisa terkait kompetitor, potensi tamu dan pangsa pasar, serta review acara tahun sebelumnya. Chef Ruben dari Hotel Capital World adalah sosok yang di kagumi oleh Chef Sunari, dari Chef Ruben, dia banyak belajar tentang plating dan presentasi menu.

Impian terbesar Chef Sunari adalah mempunyai restoran otentik food, yaitu olahan bandeng, Kupang , dan fusion  atau menu gabungan. (nanang)