Sidoarjo, (pawartajatim.com) – Dunia masak memasak memang idealnya dilakukan oleh orang dewasa, namun sebenarnya naluri memasak sudah ada sejak masa kanak-kanak, hal ini bisa dibuktikan dengan adanya aktifitas permainan masak-memasak dalam dunia mereka.

Demikian pula yang terjadi dengan Arif, Executive Chef Hotel Aston Sidoarjo, dia juga mengenal dunia memasak sejak masa anak-anak. Arif, adalah Arek Suroboyo yang numpang lahir di kawasan  Tomang, Jakarta Barat, pada 1980.

Sejak kelas 6 SD, anak tunggal yang terlahir dari bapak asli Semarang, dan ibu asal Jogja ini sudah diajari hidup mandiri. Terutama memenuhi kebutuhan makanan nya sendiri setiap hari. Dan Arif masih ingat jelas, pertama kali ia membuat sayur sop, dan menggoreng telur.

Saat SMP sudah bisa buat ayam kecap, bebek pedas, dan aneka sayuran, seperti tumis sayur, sayur asem dan sayur bening. Waktu aktif di pramuka, kalau ada kegiatan perkemahan Sabtu dan Minggu (Persami) pasti dia dapat bagian memasak.

“Indomie martabak adalah menu favorit saat itu,” kata Executive Chef Hotel Aston Sidoarjo, Arif, kepada pawartajatim.com, Kamis (8/8/2024). Arif kecil menjalani pendidikan TK di Kapasan Surabaya, SD di Wisma Lidah Kulon, SMP Negeri 28, dan SMA Negeri 13, kemudian menempuh pendidikan D1 Perhotelan di Puskhom yang berlokasi di WTC Surabaya.

Awalnya Chef Arif diajak bekerja sebagai Casual, di Hotel Shangrila. Saat itu, ia melayani acara wedding orang India yang pesan masakan 2000 pak, kebetulan saat bertugas, dia melayani  menuangkan bir kepada Kepala Sekolah SMA 13, tempat dia menempuh pendidikan.

Kepala sekolah tersebut kaget dan bertanya sedang apa malam-malam di tempat ini. Arif menjawab dengan sopan dan santun bahwa dia sedang bekerja. “Esoknya saya dipanggil dan dimotivasi oleh bapak kepala sekolah,” jelas bapak 3 anak ini.

Karena tertarik dengan dunia perhotelan, oleh orang tuanya Arif di sekolahkan di perhotelan, namun Arif juga kuliah dobel di Stesia Surabaya, walaupun akhirnya harus kandas dan tidak sampai lulus.

Chef Arif memulai karir sebagai Waiter di Shangrila , magang di Ibis Rajawali sebagai Helper, Ciputra Semarang sebagai Helper, saat disana dia ketemu Chef Markus dari Australia.

Nasi Tumpeng Mini Aston adalah salah satu menu persembahan Chef Arif. (foto/nanang)

Oleh senior nya tersebut, dia dikenalkan dengan aneka bahan makanan ekstrem seperti babi, katak, ular. Atas nama profesionalitas Arif perna diminta mencoba untuk mencicipi salah satu masakan non halal, itupun hanya sekali saja.

Bahkan, untuk hal tersebut sang senior siap pasang badan menanggung dosa yang dipikul Arif. Katanya begini ‘’Untuk yang satu ini, biarlah saya yang menanggung dosanya. Namun, untuk yang kedua, ketiga, dana seterusnya tetap harus ditanggung sendiri’.

Arif tahu bahwa hal yang sekali itu semata-mata hanya supaya dirinya bisa untuk mengetahui tingkat kematangan, dan warna, masakan apabila memasak makanan non halal. Pelajaran tersebut cukup dicoba sekali saja.

Makanan yang tidak disukai oleh warga Surabaya Barat ini tidak ada, tetapi secara pribadi dirinya tidak menyukai masakan babi. Karena selain non halal, memasak babi memerlukan waktu memasak yang sangat lama. Dia pernah mendapat tugas memasak paha babi, perlu waktu sampai 8 jam hanya untuk merebusnya.

Eksekutif Chef ini merasa sangat bersyukur, karena Hotel Aston Sidoarjo tempat  dia mengabdi sekarang tidak melayani menu masakan yang non halal,  dan untuk menjamin komitmen tersebut, apabila ada acara, baik wedding atas acara lainnya, tidak pernah ditawarkan dan  tidak melayani permintaan menyediakan menu non halal.

“Jika pihak tamu memaksa, maka harus membawa peralatan masak dan makan sendiri,” ungkap pria pendiam namun tegas ini. Sebagai Executive Chef, Arif menguasai basic expart, sebagaimana yang diajarkan oleh seniornya, antara lain olahan duck, scaloop, dan Turkey, nya menu western tersebut

lebih gampang membuatnya daripada masakan nusantara. Tak heran jika ditanya makanan yang disukai, jawaban yang diberikan Chef Arif adalah lobster dan scaloop. Sebagai insan yang religius, Arif meyakini bahwa setiap tangan orang menghasilkan rasa masakan yang berbeda , walaupun bahan dan recipenya sama.

Supaya rasa yang dihasilkan Antara masing-masing chef bawahannya tetap sama, akhirnya dibuatkan bumbu berupa saus dengan takaran tertentu, dan cara ini cukup berhasil, terutama untuk membuat menu masakan mie atau nasi goreng.

Menu terbaik lainnya dari Chef Arif. (foto/nanang)

Namun, tidak bisa dipungkiri atau diingkari, bahwa tingkat suhu panas api dan pengalaman tetap berpengaruh pada hasil masakan. Sebagai manusia biasa, Arif juga sering didera oleh rasa jenuh yang datangnya tiba-tiba, Kalau perasaan tidak mood itu muncul, maka tugas memasak digantikan  kepada bawahan, kemudian dia rehat sejenak, menghela nafas panjang.

Sepanjang sejarah menjadi Chef, ada hal yang paling tidak disukai, dan diingat hingga sekarang, yaitu saat  melayani pesanan pembuatan nasi kotak, dia sudah wanti-wanti kepada stafnya agar kerupuk  diwadahi toples atau dikemas dalam plastik. Namun  arahan tersebut diabaikan, dan akhirnya oleh seniornya kerupuk tersebut dilempar kearahnya.

Chef Arif harus menelan pil pahit akibat kesalahan yang dilakukan oleh anak buahnya itu. Pernah juga sekali waktu di hotel lain tempat ia bekerja dulu, terjadi mis komunikasi atas terlambatnya memberikan informasi tentang penyediaan menu pada suatu acara di pagi  hari.

Ada perbedaan antara Banquet Event Order (BEO) dan isi WA yang dikirim ke handphonenya, akhirnya Arif menghadap ke General Manager untuk meminta petunjuk serta arahan, akhirnya diputuskan bahwa yang dipakai adalah order di BEO.

“Dalam hal seperti ini perlu ada kepastian prosedur agar tidak membingungkan pelaksanaan di lapangan, ” tambah Chef B yang biasa dimaki-maki dan dilempar gelas atau piring ini  Hal yang menyenangkan menjadi chef, adalah bisa keliling Indonesia, Arif bisa setahun sampai 3 kali ditugaskan sebagai task force saat ada acara pembukaan hotel baru.

Sesaat sebelum memutuskan untuk menikah dengan pujaan hatinya, Arif pernah menolak tawaran menjadi chef de party oleh sebuah hotel di Mekkah, padahal disana dia mendapat fasilitas mess, uang service, dan gaji besar. Pada akhirnya Arif memang lebih menempatkan kebahagiaan istri dan keluarga di atas segalanya.

Pada saat bekerja menyiapkan sebuah acara, contoh ramadhan di Hotel  Aston Sidoarjo, tempat dia bekerja, maka hal yang menjadi pertimbangan adalah tema acara, ragam masakan, dan laporan menu favorit tahun kemarin.

Bagi chef andalan group Archipelago Hospitality ini,  hal yang terlihat jelas dalam pandangan mata, jumlah ragam makanan dan penghias penampilan atau garnis jadi pertimbangan utama, kemudian  baru rasa masakan.

“Menang ada perbedaan pada setiap tampilan dan ragam masakan seorang  chef pada hotel tempatnya bekerja,” pungkas chef berusia 45 tahun ini. Di Hotel Aston Sidoarjo, Chef Arif menambahkan menu nasional, Asian dan internasional dalam buku daftar menu, hal ini melengkapi menu tradisional yang sudah ada dan tersedia.

Satu lagi hal yang juga diingat oleh Chef Arif hingga sekarang, yaitu dia pernah diminta oleh owner tempat dia bekerja, untuk menilai dan  mengkoreksi sayur lodeh dari 3 tempat yang berbeda. Hal ini untuk mencari formula yang tepat untuk membuat sayur lodeh yang enak, mengingat 3 tempat tersebut penyedia  lodeh enak yang ada di Surabaya dan Sidoarjo.

Akhirnya Chef Arif berhasil membuat menu sayur lodeh yang enak, tetapi tidak menggunakan ikan pari, melainkan ikan salmon. Dan Sang owner merasa senang dengan keberhasilan ini. Sayur lodeh yang bercitarasa enak, tetapi lembut tidak menyengat rasa rempah-rempahnya, dan tidak amis oleh ikan pari.

Impian terbesar  dalam hidup Arif adalah memiliki usaha kuliner sendiri, utamanya menu tradisional. Dan dia akan tetap memotivasi bawahan untuk mempertahankan rasa masakan tradisional. Lebih jauh Chef Arif, pernah menyentil, bahwa Siska Soewitomo pernah mengomentari seorang artis yang membuat sayur gule yang berbeda dan menyalahi pakem, karena ditambahi lobster, matcha (green tea) dan keju.

Harusnya masakan, terlebih masakan tradisional nusantara harus mengikuti pakemnya. (nanang)