Banyuwangi, (pawartajatim.com)– Beras organik produksi Banyuwangi diminati pasar nasional. Permintaannya yang cukup tinggi. Komiditi ini tembus hingga 18.000 supermarket se-Indonesia.

Tingginya permintaan beras organik membuat Banyuwangi terus mendorong petaninya menggunakan sistem organi. Bahkan, terintegrasi. Jumlah lahan pertanian organik juga terus ditambah. Mulai dari Sumberwaru, Segobang, Parijatah dan desa lainnya mulai beralih ke budidaya organik. Beras organik yang dikembangkan adalah jenis beras merah A3 Segobang, beras hitam melik Parijatah, beras cokelat dan beras putih berlian.

Beragam varietas beras ini telah didaftarkan sebagai padi asli Banyuwangi di Kementerian Pertanian. Sertifikat organiknya sudah keluar. Budidaya beras organik ini menggunakan sistem kemitraan. Di Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh, sedikitnya 1.500 petani sudah bergabung. Awalnya, hanya 16 orang dengan lahan 1,6 hektar.

Saat ini, luas lahannya mencapai 500 hektar. Total produksinya tembus 70-100 ton per bulan. Selain dipasarkan melalui distributor ke pasar-pasar modern, beras organiknya dijual melalui marketplace dan reseller. “Alhamdulillah permintaan selalu ada. Setiap 3 hari sekali, kami kirim 8-10 ton kepada distributor,” kata pengusaha beras organik Banyuwangi, Ahmed Tessario.

Harga beras merah dibanderol Rp31.000 per kilogram, beras putih Rp27.000 per kilogram, beras cokelat Rp26.500 per kilogram, beras hitam pekat Rp35.000 dan beras hitam Melik Rp45.000 per kilogram.

Permintaan beras organik datang dari seluruh provinsi. Mulai Jawa Timur, Bali, Sumatera, Kalimantan hingga Papua.Tak hanya pasar nasional, tahun 2019 beras organik Banyuwangi sempat dikirim ke Italia dan Afrika Selatan. Ekspor beras organik terpaksa dihentikan karena pandemi Covid-19. Negara tujuan ekspor mengalami krisis ekonomi. Regulasi juga semakin ketat. (udi)