Terendah Nomor Empat di Jatim, Begini Gebrakan BPJS Kesehatan Banyuwangi Dongkrak Kepesertaan

Kantor BPJS Kesehatan Cabang Banyuwangi. (foto/ist)
Kantor BPJS Kesehatan Cabang Banyuwangi. (foto/ist)

Banyuwangi (pawartajatim.com) –  Kepesertaan BPJS Kesehatan di Banyuwangi ternyata masih rendah. Bahkan, di posisi keempat paling bawah di Jawa Timur. Hingga tahun 2023, jumlahnya baru mencapai 69,12 persen atau sekitar 800.000 orang.

Angka ini jauh dari jumlah penduduk Banyuwangi yang mencapai 1,7 juta jiwa. Mirisnya, dari peserta yang telah terdaftar justru didominasi warga kurang mampu. Iurannya dibayari pemerintah pusat dan daerah.  ” Peserta BPJS Kesehatan di Banyuwangi menempati posisi empat terendah di Jatim, setelah Blitar, Tulungagung dan Jember,” kata Relationship Officer Kepesertaan BPJS Cabang Banyuwangi, Catur Yuangga  usai  media gathering, Rabu (21/6/2023) siang.

Minimnya kepesertaan ini dipicu banyak hal. Salah satunya, rendahnya kepedulian warga untuk mendaftar. Bahkan, banyak  buruh pabrik di Banyuwangi yang belum tersentuh BPJS Kesehatan. “ Kami mendapati pabrik pengalengan ikan di Muncar. Saat ramai, tenaga kerjanya bisa 800 orang. Tapi, saat sepi hanya tinggal 70 orang. Ini juga kendala,” jelasnya.

Selama ini, peserta BPJS Kesehatan justru banyak yang dibayari pemerintah. Di Banyuwangi, Pemkab menyiapkan anggaran sekitar Rp30 miliar untuk membayari BPJS Kesehatan masyarakat kurang mampu. Justru, kepesertaan yang mandiri relatif minim. Mereka yang dibayari pemerintah adalah golongan kelas 3. Nilai iurannya sebesar Rp35.000 per bulan. Dana untuk BPJS Kesehatan ini diambilkan dari bagi hasil cukai rokok.

Kepesertaan BPJS Kesehatan di Banyuwangi ini juga jauh di bawah cakupan nasional sebesar 90 persen. Tahun ini, secara nasional target kepesertaan BPJS Kesehatan sebesar 98 persen. Pihaknya melakukan berbagai upaya untuk mendongkrak kepesertaan BPJS, terutama jalur mandiri. Selama ini, warga yang terdaftar pada jalur mandiri hanya 210.525 orang. Kepesertaan dari sektor informal juga cukup rendah. Dari potensi pertumbuhan sekitar 2000 orang, yang mendaftar rata-rata hanya 600 orang per bulan. “ Kami terus meningkatkan mutu dan layanan yang mudah, cepat dan setara. Lalu, aktif berkeliling melakukan sosialisasi ke berbagai elemen. Salah satunya, perangkat desa dan warga terpencil,” jelasnya. (udi)